FYI

SafelinkU | Shorten your link and earn money

Popular Posts in last 30 days

Happiness Gede Prama Off Air : Stop Comparing, Start Flowing !

Gede Prama memulai talkshow dengan bercerita tentang tokoh asal Timur
Tengah, Nasruddin. Suatu hari, Nasruddin mencari sesuatu di halaman rumahnya
yang penuh dengan pasir. Ternyata dia mencari jarum.
Tetangganya yang merasa kasihan, ikut membantunya mencari jarum tersebut.
Tetapi selama sejam mereka mencari, jarum itu tak ketemu juga.

Tetangganya bertanya, "Jarumnya jatuh dimana?"
"Jarumnya jatuh di dalam," jawab Nasruddin.
"Kalau jarum bisa jatuh di dalam, kenapa mencarinya di luar?" tanya
tetangganya. Dengan ekspresi tanpa dosa, Nasruddin menjawab, "Karena di
dalam gelap, di luar terang."
Begitulah, kata Gede Prama, perjalanan kita mencari kebahagiaan dan
keindahan. Sering kali kita mencarinya di luar dan tidak mendapat apa-apa.
Sedangkan daerah tergelap dalam mencari kebahagiaan dan keindahan,
sebenarnya adalah daerah-daerah di dalam diri. Justru letak 'sumur'
kebahagiaan yang tak pernah kering, berada di dalam. Tak perlu juga
mencarinya jauh-jauh, karena 'sumur' itu berada di dalam semua orang.
Sayangnya karena faktor peradaban, keserakahan dan faktor lainnya, banyak
orang mencari sumur itu di luar. Ada orang yang mencari bentuk
kebahagiaannya dalam kehalusan kulit, jabatan, baju mahal, mobil bagus atau
rumah indah. Tetapi kenyataannya, setiap pencarian di luar tersebut akan
berujung pada bukan apa-apa. Karena semua itu, tidak akan
berlangsung lama. Kulit, misalnya, akan keriput karena termakan usia, mobil
mewah akan berganti dengan model terbaru, jabatan juga akan hilang
karena pensiun.
"Setiap perjalanan mencari kebahagiaan dan keindahan di luar, akan selalu
berujung pada bukan apa-apa, leads you nowhere. Setiap kekecewaan hidup yang
jauh dari keindahan dan kebahagiaan, berangkat dari mencarinya di luar,"
tegas Gede Prama. Untuk mencapai tingkatan kehidupan yang penuh keindahan
dan kebahagiaan, seseorang harus melalui
5(lima) buah 'pintu' yang menuju ke tempat tersebut.
Pintu pertama adalah stop comparing, start flowing.
"Stop membandingkan dengan yang lain. Seorang ayah atau ibu belajar untuk
tidak membandingkan anak dengan yang lain. Karena setiap pembandingan akan
membuat anak-anak mencari kebahagiaan di luar," ujar Gede Prama.
Setiap penderitaan hidup manusia, setiap bentuk ketidakindahan, menurut Gede
Prama, dimulai dari membandingkan. Gede Prama mencontohkan orang kaya
berkulit hitam yang tidak dapat menerima kenyataan bahwa dia berkulit hitam.
Orang itu sering kali membandingkan dirinya dengan orang
kulit putih.
"Uangnya banyak, mampu mengongkosi hobinya untuk operasi plastik.
Sehingga orang yang hidup dari satu perbandingan ke perbandingan lain, maka
hidupnya kurang lebih sama dengan seorang orang kaya itu. Leads you
nowhere," kata Gede Prama dengan logatnya yang khas.
Karena itu, Gede Prama mengajak peserta ke sebuah titik, mengalir
(flowing) menuju ke kehidupan yang paling indah di dunia, yaitu menjadi diri
sendiri. Apa yang disebut flowing ini sesungguhnya sederhana saja.

Kita akan menemukan yang terbaik dari diri kita, ketika kita mulai belajar
menerimanya. Sehingga kepercayaan diri juga dapat muncul.
Kepercayaan diri ini berkaitan dengan keyakinan-keyakinan yang kita bangun
dari dalam. "Tidak ada kehidupan yang paling indah dengan menjadi
diri sendiri. Itulah keindahan yang sebenar-benarnya! " kata Gede Prama.
Pintu kedua menuju keindahan dan kebahagiaan adalah memberi. Sebab utama
kita berada di bumi ini, kata Gede Prama, adalah untuk memberi.
"Kalau masih ragu dengan kegiatan memberi, artinya kita harus memberi lebih
banyak," ujar Gede Prama.
"Saya melihat ada 3 tangga emas kehidupan; I intend good, I do good and I am
good. Saya berniat baik, saya melakukan hal yang baik, kemudian saya menjadi
orang baik. Yang baik-baik itu bisa kita lakukan, bila kita
konsentrasi pada hal memberi," lanjut Gede Prama lagi. Memberi tidak harus
selalu dalam bentuk materi. Pemberian dapat berbentuk senyum, pelukan,
perhatian. Dan setiap manusia yang sudah rajin memberi, dia akan memasuki
wilayah beauty and happiness.
"Saya sering bertemu dengan orang-orang kaya. Ada yang suka memberi, ada
yang pelit. Saya melihat orang yang tidak suka memberi muka orang itu
keringnya minta ampun. Orang yang mukanya kering ini bertanya pada saya,
apa rahasia kehidupan yang paling penting yang bisa saya bagi ke saya.
Saya bilang sleep well, eat well," ungkap Gede Prama sambil tersenyum.
Artinya memang, untuk ongkos untuk menjadi bahagia tidak mahal. Hanya saja
orang sering kali memperumit hal yang sudah rumit. Kalau kita sederhanakan,
sleep well, eat well akan jadi mudah jika diikuti dengan kegiatan memberi.
Pintu ketiga untuk menuju keindahan dan kebahagiaan adalah berawal dari
semakin gelap hidup Anda, semakin terang cahaya Anda di dalam.
Perhatikanlah bintang di malam hari tampak bercahaya, jika langitnya gelap.
Sedangkan, lilin di sebuah ruangan akan bercahaya bagus, jika ruangannya
gelap. Artinya, semakin Anda berhadapan dengan masalah dan cobaan dalam
hidup, semakin bercahaya Anda dari dalam.
"Jika Anda punya suami yang keras dan marah-marah, jangan lupa bersyukurlah.
Karena suami yang keras dan marah-marah, membuat sinar dari dalam diri Anda
bercahaya. Anda punya istri cerewetnya minta ampun. Bersyukurlah, karena
orang cerewet adalah guru kehidupan terbaik. Paling tidak dari orang
cerewet kita belajar tentang kesabaran.
Jika Anda punya atasan diktatornya minta ampun. Bersyukurlah, karena Anda
dapat belajar tentang kebijaksanaan, " ujar Gede Prama membesarkan hati.
Orang yang pada akhirnya menemukan keindahan dan kebahagiaan, menurut Gede
Prama, biasanya telah lulus dari universitas kesulitan. Semakin banyak
kesulitan hidup yang kita hadapi, semakin diri kita bercahaya dari dalam.
Mengutip perkataan Jamaluddin Rumi, semuanya dikirim sebagai pembimbing
kehidupan dari sebuah tempat yang tidak terbayangkan.

"Tidak hanya orang cantik saja yang berguna, orang jelek juga berguna.
Gunanya adalah karena orang jelek, orang cantik terlihat jadi tambah
cantik," kata Gede Prama disambut tawa peserta. "Jadi semuanya ada gunanya,
untuk menghidupkan cahaya-cahaya beauty and happiness,"
tegasnya.
Pintu keempat adalah surga bukanlah sebuah tempat, melainkan adalah
rangkaian sikap. "Bila Anda melihat hidup penuh dengan kesusahan dan godaan,
maka neraka tidak ketemu setelah mati. Neraka sudah ketemu sekarang," ujar
Gede Prama.
Sedangkan Anda akan bertemu surga, jika hasil dari rangkaian sikap Anda
benar. Sikap ini dimulai dari berhenti mengkhawatirkan segala sesuatunya,
dan coba yakinkan diri bahwa everything will be allright.
Setiap kali kita melalukan ritual peribadatan, tetapi setiap kali pula kita
merasa takut. Padahal ketakutan adalah sebentuk ketidakyakinan terhadap
kebenaran.
"Kalau Anda melalukan ritual peribadatan tapi masih takut, mending jangan
melalukan ritual peribadatan, karena toh Anda tidak yakin terhadap
kebenaran," kata Gede Prama.
"Segala sesuatunya menjadi baik-baik saja jika Anda mencintai yang kecil,"
sambung Gede Prama.
Pintu kelima menuju keindahan dan kebahagiaan yakni tahu diri kita dan kita
tahu kehidupan. Manusia-manusia yang tidak tahu diri adalah manusia
yang tidak pernah ketemu keindahan dan kebahagiaan dalam hidupnya.
"Sumur kehidupan yang tidak pernah kering berada di dalam. Sumur ini hanya
kita temukan dan kita timba airnya kalau kita bisa mengetahui diri kita
sendiri," kata Gede Prama.
Seandainya diri sendiri telah ditemukan, maka artinya kita kemudian
mengetahui kehidupan.
I asked God to take away my pride. And God said "No". He said it was not
for Him to take away, but for me to give up.
I asked God to grant me patience. And God said "No". He said patience is a
by-product of tribulations. It isn't granted, it is earned.
I asked God to give me happiness. And God said "No". He said He gives me
blessings, happiness is up to me.
I asked God to spare me pain. And God said "No". He said suffering draws me
apart from worldly cares and brings me closer to Him.
I asked God to make my spirit grow. And God said "No". He said I must grow
on my own. But He will prune me to make me fruitful.
I asked for all things that I might enjoy life. And God said "No". He said
He will give me life, that I may enjoy all things.
I ask God to help me love others, as much as he loves me. And God said "Ah,
finally you have the idea!"

M E M I L I H

Di saat menuju jam-jam istirahat kelas, dosen mengatakan pada
mahasiswa/siswinya:
"Mari kita buat satu permainan, mohon bantu saya sebentar."

Kemudian salah satu mahasiswi berjalan menuju pelataran papan tulis.

DOSEN: Silahkan tulis 20 nama yang paling dekat dengan anda, pada papan
tulis.
Dalam sekejap sudah di tuliskan semuanya oleh siswi tersebut. Ada nama
tetangganya, teman kantornya, orang terkasih dan lain-lain.
DOSEN: Sekarang silahkan coret satu nama diantaranya yang menurut anda
paling tidak penting!
Siswi itu lalu mencoret satu nama, nama tetangganya.
DOSEN: Silahkan coret satu lagi!
Kemudian Siswi itu mencoret satu nama teman kantornya lagi.
DOSEN: Silahkan coret satu lagi!
Siswi itu mencoret lagi satu nama dari papan tulis dan seterusnya. Sampai
pada akhirnya diatas papan tulis hanya tersisa tiga nama, yaitu nama orang
tuanya, suaminya dan nama anaknya.

Dalam kelas tiba-tiba terasa begitu sunyi tanpa suara, semua mahasiswa/siswi
tertuju memandang ke arah dosen, dalam pikiran mereka (para siswa/i) mengira
sudah selesai tidak ada lagi yang harus dipilih oleh siswi itu. Tiba-tiba
dosen memecahkan keheningan dengan berkata, "Silahkan coret satu lagi!"
Dengan pelahan-lahan siswi itu melakukan suatu pilihan yang amat sangat
sulit. Dia kemudian mengambil kapur tulis, mencoret nama orang tuanya.
DOSEN: Silahkan coret satu lagi! Hatinya menjadi bingung. Kemudian ia
mengangkat kapur tulis tinggi-tinggi. lambat laun menetapkan dan mencoret
nama anaknya. Dalam sekejap waktu,terdengar suara isak tangis, sepertinya
sangat sedih.

Setelah suasana tenang, Dosen lalu bertanya "Orang terkasihmu bukannya Orang
tuamu dan Anakmu? Orang tua yang membesarkan anda, anak adalah anda yang
melahirkan, sedang suami itu bisa dicari lagi. Tapi mengapa anda berbalik
lebih memilih suami sebagai orang yang paling sulit untuk dipisahkan?"

Semua teman sekelas mengarah padanya, menunggu apa yang akan di jawabnya.
Setelah agak tenang, kemudian pelahan-lahan ia berkata "Sesuai waktu yang
berlalu, orang tua akan pergi dan meninggalkan saya, sedang anak jika sudah
besar setelah itu menikah bisa meninggalkan saya juga, Yang benar-benar bisa
menemani saya dalam hidup ini hanyalah suami saya".

SEBENARNYA, KEHIDUPAN BAGAIKAN BAWANG BOMBAI, JIKA DIKUPAS SESIUNG DEMI
SESIUNG, ADA KALANYA KITA DAPAT DIBUAT MENANGIS

Pencuri Impian

Ada seorang gadis muda yang sangat suka menari. Kepandaiannya menari sangat menonjol dibanding dengan rekan-2nya, sehingga dia seringkali menjadi juara di berbagai perlombaan yang diadakan. Dia berpikir, dengan apa yang dimilikinya saat ini, suatu saat apabila dewasa nanti dia ingin menjadi penari kelas dunia. Dia membayangkan dirinya menari di Rusia, Cina, Amerika, Jepang, serta ditonton oleh ribuan orang yang memberi tepukan kepadanya.

Suatu hari, dikotanya dikunjungi oleh seorang pakar tari yang berasal dari luar negeri. Pakar ini sangatlah hebat,dan dari tangan dinginnya telah banyak dilahirkan penari-penari kelas dunia. Gadis muda ini ingin sekali menari dan menunjukkan kebolehannya di depan sang pakar tersebut, bahkan jika mungkin memperoleh kesempatan menjadi muridnya. Akhirnya kesempatan itu datang juga. Si gadis muda berhasil menjumpai sang pakar di belakang panggung, seusai sebuah pagelaran tari. Si gadis muda bertanya "Pak, saya ingin sekali menjadi penari kelas dunia. Apakah anda punya waktu sejenak, untuk menilai saya menari ? Saya ingin tahu pendapat anda tentang tarian saya".

"Oke, menarilah di depan saya selama 10 menit", jawab sang pakar.

Belum lagi 10 menit berlalu, sang pakar berdiri dari kursinya, lalu berlalu meninggalkan si gadis muda begitu saja, tanpa mengucapkan sepatah katapun.

Betapa hancur si gadis muda melihat sikap sang pakar.Si gadis langsung berlari keluar. Pulang kerumah, dia langsung menangis tersedu-sedu.

Dia menjadi benci terhadap dirinya sendiri. Ternyata tarian yang selama ini dia bangga-banggakan tidak ada apa-apanya di hadapan sang pakar.

Kemudian dia ambil sepatu tarinya, dan dia lemparkan ke dalam gudang. Sejak saat itu, dia bersumpah tidak pernah akan menari lagi.

Puluhan tahun berlalu. Sang gadis muda kini telah menjadi ibu dengan tiga orang anak. Suaminya telah meninggal. Dan untuk menghidupi keluarganya, dia bekerja menjadi pelayan dari sebuah toko di sudut jalan.

Suatu hari, ada sebuah pagelaran tari yang diadakan di kota itu.

Nampak sang pakar berada di antara para menari muda di belakang panggung.

Sang pakar nampak tua, dengan rambutnya yang sudah putih. Si ibu muda dengan tiga anaknya juga datang ke pagelaran tari tersebut. Seusai acara, ibu ini membawa ketiga anaknya ke belakang panggung, mencari sang pakar, dan memperkenalkan ketiga anaknya kepada sang pakar. Sang pakar masih mengenali ibu muda ini, dan kemudian mereka bercerita secara akrab.

Si ibu bertanya, "Pak, ada satu pertanyaan yang mengganjal di hati saya. Ini tentang penampilan saya sewaktu menari di hadapan anda bertahun-tahun yang silam. Sebegitu jelekkah penampilan saya saat itu, sehingga anda langsung pergi meninggalkan saya begitu saja, tanpa mengatakan sepatah katapun?"

"Oh ya, saya ingat peristiwanya. Terus terang, saya belum pernah melihat tarian seindah yang kamu lakukan waktu itu. Saya rasa kamu akan menjadi penari kelas dunia. Saya tidak mengerti mengapa kamu tiba-2 berhenti dari dunia tari", jawab sang pakar.

Si ibu muda sangat terkejut mendengar jawaban sang pakar.

"Ini tidak adil", seru si ibu muda. "Sikap anda telah mencuri semua impian saya. Kalau memang tarian saya bagus, mengapa anda meninggalkan saya begitu saja ketika saya baru menari beberapa menit. Anda seharusnya memuji saya, dan bukan mengacuhkan saya begitu saja. Mestinya saya bisa menjadi penari kelas dunia. Bukan hanya menjadi pelayan toko!"

Si pakar menjawab lagi dengan tenang "Tidak .... Tidak, saya rasa saya telah berbuat dengan benar. ANDA TIDAK HARUS MINUM ANGGUR SATU BARREL UNTUK MEMBUKTIKAN ANGGUR ITU ENAK. Demikian juga saya. Saya tidak harus menonton anda 10 menit untuk membuktikan tarian anda bagus.

Malam itu saya juga sangat lelah setelah pertunjukkan. Maka sejenak saya tinggalkan anda, untuk mengambil kartu nama saya, dan berharap anda mau menghubungi saya lagi keesokan hari. Tapi anda sudah pergi ketika saya keluar. Dan satu hal yang perlu anda camkan, bahwa ANDA MESTINYA FOCUS PADA IMPIAN ANDA, BUKAN PADA UCAPAN ATAU TINDAKAN SAYA.

Lalu pujian? Kamu mengharapkan pujian? Ah, waktu itu kamu sedang bertumbuh. PUJIAN ITU SEPERTI PEDANG BERMATA DUA. ADA KALANYA MEMOTIVASIMU, BISA PULA MELEMAHKANMU. Dan faktanya saya melihat bahwa sebagian besar PUJIAN YANG DIBERIKAN PADA SAAT SESEORANG SEDANG BERTUMBUH, HANYA AKAN MEMBUAT DIRINYA PUAS DAN PERTUMBUHANNYA BERHENTI. SAYA JUSTRU LEBIH SUKA MENGACUHKANMU, AGAR HAL ITU BISA MELECUTMU BERTUMBUH LEBIH CEPAT LAGI. Lagipula, pujian itu sepantasnya datang dari keinginan saya sendiri. TIDAK PANTAS ANDA MEMINTA PUJIAN DARI ORANG LAIN".

"Anda lihat, ini sebenarnya hanyalah masalah sepele. Seandainya anda pada waktu itu tidak menghiraukan apa yang terjadi dan tetap menari, mungkin hari ini anda sudah menjadi penari kelas dunia.

Mungkin Anda sakit hati pada waktu itu, tapi sakit hati Anda akan cepat hilang begitu Anda berlatih kembali. Tapi sakit hati karena penyesalan Anda hari ini tidak akan pernah bisa hilang selama-lamanya. ".

Orang Beragama atau Orang Baik?

> Seorang lelaki berniat untuk menghabiskan seluruh waktunya untuk beribadah. Seorang nenek yang merasa iba melihat kehidupannya membantunya dengan membuatkan sebuah pondok kecil dan memberinya makan,sehingga lelaki itu dapat beribadah dengan tenang.
>
> Setelah berjalan selama 20 tahun, si nenek ingin melihat kemajuan yang telah dicapai lelaki itu. Ia memutuskan untuk mengujinya dengan seorang wanita cantik. ''Masuklah ke dalam pondok,'' katanya kepada wanita itu,''Peluklah ia dan katakan 'Apa yang akan kita lakukan sekarang'?''
>
> Maka wanita itu pun masuk ke dalam pondok dan melakukan apa yang disarankan oleh si nenek. Lelaki itu menjadi sangat marah karena tindakan yang tak sopan itu. Ia mengambil sapu dan mengusir wanita itu keluar dari pondoknya.
>
> Ketika wanita itu kembali dan melaporkan apa yang terjadi, si nenek menjadi marah. ''Percuma saya memberi makan orang itu selama 20 tahun,''serunya.
>
> ''Ia tidak menunjukkan bahwa ia memahami kebutuhanmu, tidak bersedia untuk membantumu ke luar dari kesalahanmu. Ia tidak perlu menyerah pada nafsu, namun sekurang-kurangnya setelah sekian lama beribadah seharusnya ia memiliki rasa kasih pada sesama.''
>
> Apa yang menarik dari cerita diatas? Ternyata ada kesenjangan yang cukup besar antara taat beribadah dengan memiliki budi pekerti yang luhur. Taat beragama ternyata sama sekali tak menjamin perilaku seseorang.
>
> Ada banyak contoh yang dapat kita kemukakan disini. Anda pasti sudah sering mendengar cerita mengenai guru mengaji yangsuka memperkosa muridnya. Seorang kawan yang rajin shalat lima waktu baru-baru ini di PHK dari kantornya karena memalsukan dokumen. Seorang kawan yang berjilbab rapih ternyata suka berselingkuh. Kawan yang lain sangat rajin ikut pengajian tapi tak henti-hentinya menyakiti orang lain. Adapula kawan yang Berkali-kali menunaikan haji dan umrah tetapi terus melakukan korupsi di kantornya.
>
> Lantas dimana letak kesalahannya? Saya kira persoalan utamanya adalah pada kesalahan cara berpikir. Banyak orang yang memahami agama dalam pengertian ritual dan fiqih belaka. Dalam konsep mereka, beragama berarti melakukan shalat, puasa, zakat, haji dan melagukan (bukannya membaca) Alquran.
>
> Padahal esensi beragama bukan disitu. Esensi beragama justru pada budi pekerti yang mulia.
>
> Kedua, agama sering dipahami sebagai serangkaian peraturan dan larangan. Dengan demikian makna agama telah tereduksi sedemikian rupa menjadi kewajiban dan bukan kebutuhan. Agama diajarkan dengan pendekatan hukum (outside-in) , bukannya dengan pendekatan kebutuhan dan komitmen (inside-out) . Ini menjauhkan agama dari makna sebenarnya yaitu sebagai sebuah sebuah cara hidup (way of life), apalagi cara berpikir (way of thinking).
>
> Agama seharusnya dipahami sebagai sebuah kebutuhan tertinggi manusia.Kita tidak beribadah karena surga dan neraka tetapi karena kita lapar secara rohani. Kita beribadah karena kita menginginkan kesejukan dan kenikmatan batin yang tiada taranya. Kita beribadah karena rindu untuk menyelami jiwa sejati kita dan merasakan kehadiran Tuhan dalam keseharian kita. Kita berbuat baik bukan karena takut tapi karena kita tak ingin melukai diri kita sendiri dengan perbuatan.

Semangkok Bakmi


Pada malam itu, Anna bertengkar dengan ibunya. Karena sangat marah, Anna segera meninggalkan rumah tanpa membawa apapun. Saat berjalan di suatu jalan, ia baru menyadari bahwa ia sama sekali tdk membawa uang, sementara perutnya sudah keroncongan.

Saat menyusuri sebuah jalan, gadis muda itu melewati sebuah kedai bakmi dan ia mencium harumnya aroma masakan. Ia ingin sekali memesan semangkuk bakmi, tetapi ia tidak mempunyai uang.

Pemilik kedai melihat Anna berdiri cukup lama di depan kedainya, lalu berkata "Nona, apakah engkau ingin memesan semangkuk bakmi?" "Ya, tetapi, aku tidak membawa uang" jawab Ana dengan malu-malu

"Tidak apa-apa, aku akan mentraktirmu" jawab si pemilik kedai. "Silahkan duduk, aku akan memasakkan bakmi untukmu".

Tidak lama kemudian, pemilik kedai itu mengantarkan semangkuk bakmi. Anna segera makan beberapa suap, kemudian air matanya mulai berlinang. "Ada apa nona?" Tanya si pemilik kedai. "Tidak apa-apa, aku hanya terharu," jawab Ana sambil mengeringkan air matanya.

"Bahkan, seorang yang baru kukenal pun memberi aku semangkuk bakmi, tetapi,. ibuku sendiri, setelah bertengkar denganku, mengusirku dari rumah dan mengatakan kepadaku agar jangan kembali lagi ke rumah. Kau, seorang yang baru kukenal, tetapi begitu peduli denganku dibandingkan dengan ibu kandungku sendiri" katanya kepada pemilik kedai

Pemilik kedai itu setelah mendengar perkataan Anna, menarik nafas panjang dan berkata "Nona mengapa kau berpikir seperti itu? Renungkanlah hal ini, aku hanya memberimu semangkuk bakmi dan kau begitu terharu. Ibumu telah memasak bakmi dan nasi utukmu saat kau kecil sampai saat ini, mengapa kau tidak berterima kasih kepadanya? Dan kau malah bertengkar dengannya"

Anna, terhenyak mendengar nasehatnya. "Mengapa aku tidak berpikir tentang hal itu? Untuk semangkuk bakmi dari orang yang baru kukenal, aku begitu berterima kasih, tetapi kepada ibuku yang memasak untukku selama bertahun-tahun, aku bahkan tidak memperlihatkan kepedulianku kepadanya. Dan hanya karena persoalan sepele, aku bertengkar dengannya."

Anna, segera menghabiskan bakminya, lalu ia menguatkan dirinya untuk segera pulang ke rumahnya. Saat berjalan ke rumah, ia memikirkan kata-kata yang harus diucapkan kepada ibunya. Begitu sampai di ambang pintu rumah, ia melihat ibunya dengan wajah letih dan cemas.
Ketika bertemu dengan Anna, kalimat pertama yang keluar dari mulut ibunya adalah "Anna kau sudah pulang, cepat masuklah, aku telah menyiapkan makan malam dan makanlah dahulu sebelum kau tidur, makanan akan menjadi dingin jika kau tidak memakannya sekarang"

Pada saat itu Anna tidak dapat menahan air matanya dan ia menangis di hadapan ibunya. Sekali waktu, kita mungkin akan sangat berterima kasih kepada orang lain di sekitar kita untuk suatu pertolongan kecil yang diberikan kepada kita. Tetapi kepada orang yang sangat dekat dengan kita (keluarga) khususnya orang tua kita, kita harus ingat bahwa kita berterima kasih kepada mereka seumur hidup kita (Sumber NN).

To my married and unmarried friends

When You Divorce Me, Carry Me Out in Your Arms

On my wedding day, I carried my wife in my arms.
The bridal car stopped in front of our one-room flat. My buddies insisted that I carry her out of the car in my arms. So I carried her into our home. She was then plump and shy.
I was a strong and happy bridegroom.

This was the scene ten years ago.

The following days were as simple as a cup of pure water: we had a kid; I went into business and tried to make more money.
When the assets were steadily increasing, the affection between us seemed to ebb. She was a civil servant. Every morning we left home together and got home almost at the same time. Our kid was studying in a boarding school.

Our marriage life seemed to be enviably happy. But the calm life was more likely to be affected by unpredictable changes.

Dew came into my life.

It was a sunny day. I stood on a spacious balcony. Dew hugged me from behind. My heart once again was immersed in her stream of love. This was theapartment I bought for her.

Dew said, you are the kind of man who best draws girls' eyeballs. Her words suddenly reminded me of my wife. When we were just married, my wife said,
Men like you, once successful, will be very attractive to girls.

Thinking of this, I became somewhat hesitant. I knew I had betrayed my wife.
But I couldn't help doing so.
I moved Dew's hands aside and said you go to select some furniture, O.K.?
I've got something to do in the company. Obviously she was unhappy, because I had promised to do it together with her. At the moment, the idea of divorce became clearer in my mind although it used to be something impossible to me.
However, I found it rather difficult to tell my wife about it. No matter how mildly I mentioned it to her, she would be deeply hurt.

Honestly, she was a good wife. Every evening she was busy preparing dinner.
I was sitting in front of the TV. The dinner was ready soon. Then we watched TV together. Or, I was lounging before the computer, visualizing Dew's body. This was the means of my entertainment.

One day I said to her in a slightly joking way, suppose we divorce, what will you do? She stared at me for a few seconds without a word. Apparently she believed that divorce was something too far away from her. I couldn't imagine how she would react once she got to know I was serious.

When my wife went to my office, Dew had just stepped out. Almost all the staff looked at my wife with a sympathetic eye and tried to hide something while talking to her. She seemed to have got some hint. She gently smiled at my subordinates. But I read some hurt in her eyes.

Once again, Dew said to me, He Ning, divorce her, O.K.? Then we live together. I nodded. I knew I could not hesitate any more.

When my wife served the last dish, I held her hand. I've got something to tell you, I said. She sat down and ate quietly. Again I observed the hurt in her eyes. Suddenly I didn't know how to open my mouth. But I had to let her know what I was thinking. I want a divorce. I raised the serious topic calmly.

She didn't seem to be annoyed by my words, instead she asked me softly, why?
I'm serious. I avoided her question. This so-called answer made her angry.
She threw away the chopsticks and shouted at me, you are not a man!

That night, we didn't talk to each other. She was weeping. I knew she wanted to find out what had happened to our marriage. But I could hardly give her a satisfactory answer, because my heart had gone to Dew.

With a deep sense of guilt, I drafted a divorce agreement which stated that she could own our house, our car, and 30% stake of my company. She glancedat it and then tore it into pieces. I felt a pain inmy heart. The woman who had been living ten years with me would become a stranger one day. But I could not take back what I had said.

Finally she cried loudly in front of me, which was what I had expected to see. To me her cry was actually a kind of release. The idea of divorce which had obsessed me for several weeks seemed to be firmer and clearer.

Late that night, I came back home after entertaining my clients. I saw her writing something at the table. I fall asleep fast. When I woke up, I found she was still there. I turned over and was asleep again.

She brought up her divorce conditions: she didn't want anything from me, but I was supposed to give her one month s time before divorce, and in the month's time we must live as normal a life as possible. Her reason was simple: our son would finish his summer vacation a month later and she didn't want him to see our marriage was broken.

She passed me the agreement she drafted, and then asked me, He Ning, do you still remember how I entered our bridal room on the wedding day? This question suddenly brought back all those wonderful memories to me. I nodded and said, I remember. You carried me in your arms, she continued, so, I have a requirement, that is, you carry me out in your arms on the day when we divorce. From now to the end of this month, you must carry me out from the bedroom to the door every morning.

I accepted with a smile. I knew she missed those sweet days and wished to end her marriage romantically.

I told Dew about my wife s divorce conditions. She laughed loudly and thought it was absurd. No matter what tricks she does, she has to face the result of divorce, she said scornfully. Her words more or less made me feel uncomfortable.

My wife and I hadn't had any body contact since my divorce intention was explicitly expressed. We even treated each other as a stranger. So when I carried her out on the first day, we both appeared clumsy. Our son clapped behind us, daddy is holding mummy in his arms. His words brought me a sense of pain. From the bedroom to the sitting room, then to the door, I walked over ten meters with her in my arms. She closed her eyes and said softly, Let us start from today, don't tell our son. I nodded, feeling somewhat upset. I put her down outside the door. She went to wait for a bus, I drove to the office.

On the second day, both of us acted much more easily. She leaned on my chest. We were so close that I could smell the fragrance of her blouse. I realized that I hadn't looked at this intimate woman carefully for a long time. I found she was not young any more. There were some fine wrinkles on her face.

On the third day, she whispered to me, the outside garden is being demolished. Be careful when you pass there
On the fourth day, when I lifted her up, I seemed to feel that we were still an intimate couple and I was holding my sweetheart in my arms. The visualization of Dew became vague.
On the fifth and sixth day, she kept reminding me something, such as, where she put the ironed shirts, I should be careful while cooking, etc. I nodded. The sense of intimacy was even stronger. I didn't tell Dew about this.

I felt it was easier to carry her. Perhaps the everyday workout made me stronger. I said to her, It seems not difficult to carry you now. She was picking her dresses. I was waiting to carry her out. She tried quite a few but could not find a suitable one. Then she sighed, all my dresses have grown bigger. I smiled. But I suddenly realized that it was because she was thinner that I could carry her more easily, not because I was stronger. I knew she had buried all the bitterness in her heart. Again, I felt a sense of pain. Subconsciously I reached out a hand to touch her head.

Our son came in at the moment. Dad, it's time to carry mum out. He said. To him, seeing his father carrying his mother out had been an essential part of his life. She gestured our son to come closer and hugged him tightly. I turned my face because I was afraid I would change my mind at the last minute. I held her in my arms, walking from the bedroom, through the sitting room, to the hallway. Her hand surrounded my neck softly and naturally. I held her body tightly, as if we came back to our wedding day. But her much lighter weight made me sad.

On the last day, when I held her in my arms I could hardly move a step. Ourson had gone to school. She said, actually I hope you will hold me in your arms until we are old.

I held her tightly and said, both you and I didn't notice that our life lacked intimacy.

I jumped out of the car swiftly without locking the door. I was afraid any delay would make me change my decision. I walkedupstairs. Dew opened the door. I said to her, Sorry, Dew, I won't divorce. I'm serious.

She looked at me, astonished. The she touched my forehead. You got no fever. She said. I moved her hand off my head. Sorry, Dew, I said, I can only say sorry to you, I won't divorce. My marriage life was boring probably because she and I didn't value the details of life, not because we didn't love each other any more. Now I understand that since I carried her into the home, she gave birth to our child, I am supposed to hold her until I am old. So I have to say sorry to you.

Dew seemed to suddenly wake up. She gave me a loud slap and then slammed the door and burst into tears. I walked downstairs and drove to the office.

When I passed the floral shop on the way, I ordered a bouquet for my wife which was her favorite. The salesgirl asked me what to write on the card. I smiled and wrote, I'll carry you out every morning until we are old.

Temukan Cinta Anda...

Bila anda tak mencintai pekerjaan Anda, maka cintailah orang-orang yang bekerja disana.

Rasakan kegembiraan dari pertemanan itu. Dan pekerjaan pun menjadi menggembirakan.

Bila anda tak bisa mencintai rekan-rekan kerja Anda, maka cintailah suasana dan gedung kantor Anda.

Ini mendorong Anda untuk bergairah berangkat kerja dan melakukan tugas-tugas dengan lebih baik lagi.

Bila toh Anda juga tidak bisa melakukannya, cintai setiap pengalaman pulang pergi dari dan ketempat kerja Anda.

Perjalanan yang menyenangkan menjadikan tujuan tampak menyenangkan juga.

Namun, bila anda tak menemukan kesenangan di sana, maka cintai a apa pun yang bisa Anda cintai dari kerja Anda, tanaman penghias meja, cicak di atas dinding, atau gumpalan awan dari balik jendela.

Apa saja.

Bila Anda tak menemukan yang bisa Anda cintai dari pekerjaan Anda, maka mengapa Anda ada di situ ?

Tak ada alasan bagi Anda untuk tetap bertahan. Cepat pergi dan carilah apa yang Anda cintai, lalu bekerjalah disana.

Hidup hanya sekali, Tak ada yang lebih indah selain melakukan dengan rasa cinta yang tulus.

Stone Soup

Three soldiers trudged down a road in a strange country. they were on
their way home from the wars. Besides being tired, they were hungry.
In fact, they had eaten nothing for two days.

"How I would like a good dinner tonight," said the first. "And a bed
to sleep in," added the second. "But that is impossible," said the
third.

On they marched, until suddenly, ahead of them, they saw the lights
of a village. "Maybe we'll find a bite to eat and a bed to sleep in,"
they thought.

Now the peasants of the place feared strangers. When they heard that
three soldiers were coming down the road, they talked among
themselves. "Here come three soldiers," they said. "Soldiers are
always hungry. But we have so little for ourselves." And they hurried
to hide their food. They hid the barley in hay lofts, carrots under
quilts, and buckets of milk down the wells. They hid all they had to
eat. Then they waited.

The soldiers stopped at the first house. "Good evening to you," they
said. "Could you spare a bit of food for three hungry soldiers?" "We
have no food for ourselves," the residents lied. "It has been a poor
harvest."

The soldiers went to the next house. "Could you spare a bit of food?"
they asked. "And do you have a corner where we could sleep for the
night?" "Oh, no," the man said. "We gave all we could spare to the
soldiers who came before you." "And our beds are full," lied the
woman.

At each house, the response was the same -- no one had food or a
place for the soldiers to stay. The peasants had very good reasons,
like feeding the sick and children. The villagers stood in the street
and sighed. They looked as hungry as they could.

The soldiers talked together. The first soldier called out, "Good
people! We are three hungry soldiers in a strange land. We have asked
you for food and you have no food. Well, we will have to make stone
soup." The peasants stared.

The soldiers asked for a big iron pot, water to fill it, and a fire
to heat it. "And now, if you please, three round smooth stones." The
soldiers dropped the stones into the pot.

"Any soup needs salt and pepper," the first solders said, so children
ran to fetch salt and pepper.

"Stones make good soup, but carrots would make it so much better,"
the second soldier added. One woman said, "Why, I think I have a
carrot or two!" She ran to get the carrots.

"A good stone soup should have some cabbage, but no use asking for
what we don't have!" said the third soldier. Another woman said, "I
think I can probably find some cabbage," and off she scurried.

"If only we had a bit of beef and some potatoes, this soup would be
fit for a rich man's table." The peasants thought it over, then ran
to fetch what they had hidden in their cellars. A rich man's soup,
and all from a few stones! It seemed like magic!

The soldiers said, "If only we had a bit of barley and some milk,
this soup would be fit for a king!" And so the peasants managed to
retrieve some barley and milk.

"The soup is ready," said the cooks, "and all will taste it, but
first we need to set the tables." Tables and torches were set up in
the square, and all sat down to eat. Some of the peasants said, "Such
a great soup would be better with bread and cider," so they brought
forth the last two items and the banquet was enjoyed by all. Never
had there been such a feast. Never had the peasants tasted such
delicious soup, and all made from stones! They ate and drank and
danced well into the night.

The soldiers asked again if there was a loft where they might sleep
for the night. "Oh, no!" said the townfolk. "You wise men must have
the best beds in the village!" So the soldiers spent the night in the
mayor's house.

In the morning, the villagers gathered to say goodbye. "Many thanks
to you," the people said, "for we shall never go hungry now that you
have taught us how to make soup from stones!"

Pohon yang Kehilangan Rohnya

Kali ini, saya ingin bercerita tentang salah satu kebiasaan yang ditemui pada penduduk yang tinggal di sekitar kepulauan Solomon, yang letaknya di Pasifik Selatan. Nah, penduduk primitif yang tinggal di sana punya sebuah kebiasaan yang menarik yakni meneriaki pohon. Untuk apa? Kebiasaan ini ternyata mereka lakukan apabila terdapat pohon dengan akar-akar yang sangat kuat dan sulit untuk dipotong dengan kapak.

Inilah yang mereka lalukan, dengan tujuan supaya pohon itu mati.
Caranya adalah, beberapa penduduk yang lebih kuat dan berani akan memanjat hingga ke atas pohon itu.

Lalu, ketika sampai di atas pohon itu bersama dengan penduduk yang ada di bawah pohon, mereka akan berteriak sekuat-kuatnya kepada pohon itu. Mereka lakukan teriakan berjam-jam, selama kurang lebih empat puluh hari. Dan apa yang terjadi sungguh menakjubkan. Pohon yang diteriaki itu perlahan-lahan daunnya akan mulai mengering. Setelah itu dahan-dahannya juga mulai akan rontok dan perlahan-lahan pohon itu akan mati dan dengan demikian, mudahlah ditumbangkan.

Kalau kita perhatikan apa yang dilakukan oleh penduduk primitif ini sungguhlah aneh. Namun kita bisa belajar satu hal dari mereka. Mereka telah membuktikan bahwa teriakan-teriakan yang dilakukan terhadap mahkluk hidup tertentu seperti pohon akan menyebabkan benda tersebut kehilangan rohnya.

Akibatnya, dalam waktu panjang, makhluk hidup itu akan mati. Nah, sekarang apakah yang bisa kita pelajari dari kebiasaan penduduk primitif di kepulauan Solomon ini? O, sangat berharga sekali! Yang jelas, ingatlah baik-baik bahwa setiap kali Anda berteriak kepada mahkluk hidup tertentu maka berarti Anda sedang mematikan rohnya.

Pernahkah Anda berteriak pada anak Anda? Ayo cepat! Dasar leletan! Bego banget sih.. Hitungan mudah begitu aja nggak bisa dikerjakan.. . Ayo, jangan main-main disini. Berisik! Bising!

Atau, pernahkah Anda berteriak kepada orang tua Anda karena merasa mereka membuat Anda jengkel? Kenapa sih makan aja berceceran? Kenapa sih sakit sedikit aja mengeluh begitu? Kenapa sih jarak dekat aja minta diantar?
Mama, tolong nggak usah cerewet, boleh nggak? Atau, mungkin Anda pun berteriak balik kepada pasangan hidup Anda karena Anda merasa sakit hati? Cuih! Saya nyesal kawin dengan orang seperti kamu, tahu nggak?! Bodoh banget jadi laki nggak bisa apa-apa! Aduh.. Perempuan kampungan banget sih?!

Atau, bisa seorang guru berteriak pada anak didiknya. Eh tolol, soal mudah begitu aja nggak bisa. Kapan kamu mulai akan jadi pinter? Atau seorang atasan berteriak pada bawahannya saat merasa kesel. Eh tahu nggak, karyawan kayak kamu tuh kalo pergi aku kagak bakal nyesel. Ada banyak yang bisa gantiin kamu... Sial!
Kerja gini nggak becus... Ngapain gue gaji elu?!

Ingatlah, setiap kali Anda berteriak pada seseorang karena merasa jengkel, marah, terhina, terluka ingatlah dengan apa yang diajarkan oleh penduduk kepulauan Solomon ini. Mereka mengajari kita bahwa setiap kali kita mulai berteriak, kita mulai mematikan roh pada orang yang kita cintai. Kita juga mematikan roh yang mempertautkan hubungan kita. Teriakan-teriakan, yang kita keluarkan karena emosi-emosi kita perlahan-lahan, pada akhirnya akan membunuh roh yang telah melekatkan hubungan kita.

Jadi, ketika masih ada kesempatan untuk berbicara baik-baik, cobalah untuk mendiskusikan mengenai apa yang Anda harapkan. Coba kita perhatikan dalam kehidupan kita sehari-hari. Teriakan, hanya kita berikan tatkala kita bicara dengan orang yang jauh jaraknya, bukan?! Nah, tahukah Anda mengapa orang yang marah dan emosional, mengunakan teriakan-teriakan padahal jarak mereka hanya beberapa belas centimeter. Mudah menjelaskannya. Pada realitanya,
meskipun secara fisik mereka dekat tapi sebenarnya hati mereka begituuuu jauhnya. Itulah sebabnya mereka harus saling berteriak.

Selain itu, dengan berteriak, tanpa sadar mereka pun mulai berusaha melukai serta mematikan roh pada orang yang dimarahi kerena perasaan-perasaan dendam, benci atau kemarahan yang dimiliki. Kita berteriak karena kita ingin melukai, kita ingin membalas.

Jadi mulai sekarang ingatlah selalu. Jika kita tetap ingin roh pada orang yang kita sayangi tetap tumbuh, berkembang dan tidak mati, janganlah menggunakan teriakan-teriakan. Tapi, sebaliknya apabila Anda ingin segera membunuh roh pada orang lain ataupun roh pada hubungan Anda, selalulah berteriak.
Hanya ada 2 kemungkinan balasan yang Anda akan terima. Anda akan semakin dijauhi. Ataupun Anda akan mendapatkan teriakan balik sebagai balasannya.

Saatnya sekarang, kita coba ciptakan kehidupan yang damai tanpa harus berteriak-teriak untuk mencapai tujuan kita.

Old Parents

An 80 year old man was sitting on the sofa in his house along with his 45 years old highly educated son. Suddenly a crow perched on their window.

The Father asked his Son, "What is this?"

The Son replied "It is a crow".

After a few minutes, the Father asked his Son the 2nd time, "What is this?"

The Son said "Father, I have just now told you "It's a crow".

After a little while, the old Father again asked his Son the 3rd time,

What is this?"

At this time some expression of irritation was felt in the Son's tone when he said to his Father with a rebuff. "It's a crow, a crow, a crow".

A little after, the Father again asked his Son the 4th time, "What is this?"

This time the Son shouted at his Father, "Why do you keep asking me the same question again and again, although I have told you so many times 'IT IS A CROW'. Are you not able to understand this?"

A little later the Father went to his room and came back with an old tattered diary, which he had maintained since his Son was born. On opening a page, he asked his Son to read that page. When the son read it, the following words were written in the diary :-

"Today my little son aged three was sitting with me on the sofa, when a crow was sitting on the window. My Son asked me 23 times what it was, and I replied to him all 23 times that it was a Crow. I hugged him lovingly each time he asked me the same question again and again for 23 times. I did not at all feel irritated I rather felt affection for my innocent child".

While the little child asked him 23 times "What is this", the Father had felt no irritation in replying to the same question all 23 times and when today the Father asked his Son the same question just 4 times, the Son felt irritated and annoyed.

So……..…..how bout u?

Menularkan Kebahagiaan

Seorang pemuda berangkat kerja dipagi Hari.
Memanggil taxi, Dan naik,...'selamat pagi Pak,'...katanya menyapa sang sopir taxi terlebihdulu, ... 'pagi yang cerah bukan?' sambungnya sambil tersenyum,.. .lalu bersenandung kecil, Sang sopir tersenyum melihat keceriaan penumpangnya, ...dengan senang hati, Ia melajukan taxinya.

Sesampainya ditempat tujuan,..
Pemuda itu membayar dengan selembar 20ribuan, untuk argo yang hampir 15 ribu, 'kembaliannya buat bapak saja,...selamat bekerja Pak,..' kata pemuda dengan senyum. 'terima kasih,...' jawab Pak sopir taxi dengan penuh syukur...wah, ..aku bisa sarapan dulu nih,... Pikirnya,... Dan menuju kesebuah warung..'biasa Pak?' tanya si mbok warung. 'ya, biasa,.. Nasi sayur,... Tapi,.. Pagi ini, tambahkan sepotong ayam'..jawab Pak sopir dengan tersenyum,

Dan, ketika membayar nasi , di tambahkannya seribu rupiah 'buat jajan anaknya si mbok,...'begitu katanya. Dengan tambahan uang jajan seribu, pagi itu anak si mbok berangkat kesekolah dengan senyum lebih lebar,.... IA bisa membeli 2 buah roti Pagi ini,... Dan diberikannya pada temannya yang tidak punya bekal,...

Begitulah,.. .cerita bisa berlanjut,..
Bergulir,... .seperti bola salju,...
Keluarga Pak sopir bisa lebih bahagia Hari itu,..begitu juga keluarga si mbok,... Teman2 si anak,...keluarga mereka,... Semua tertular kebahagiaan, .....

Kebahagiaan, seperti juga kesusahan, bisa menular kepada siapa saja disekitar Kita.

Kebahagiaan adalah sebuah pilihan...
Sudahkah Kita menularkan kebahagiaan Hari ini?

Have A Nice Day

MAAFKAN AKU BILA AKU MENGELUH

Hari ini, di sebuah bus, aku melihat seorang gadis cantik dengan rambut pirang. Aku iri melihatnya. Dia tampak begitu ceria, dan kuharap aku pun sama. Tiba-tiba dia terhuyung-huyung berjalan. Dia mempunyai satu kaki saja, dan memakai tongkat kayu.
Namun ketika dia lewat - tersenyum.
Oh maafkan aku bila aku mengeluh. Aku punya dua kaki. Dunia ini milikku.

Aku berhenti untuk membeli bunga lili. Anak laki-laki penjualnya begitu mempesona. Aku berbicara padanya. Dia tampak begitu gembira. Seandainya aku terlambat, tidaklah apa-apa. Ketika aku pergi, dia berkata, "Terima kasih. Engkau sudah begitu baik. Menyenangkan berbicara dengan orang sepertimu. Lihat saya buta."

Oh maafkan aku bila aku mengeluh. Aku punya dua mata. Dunia ini milikku.

Lalu, sementara berjalan. Aku melihat seorang anak dengan bola mata biru. Dia berdiri dan melihat teman-temannya bermain. Dia tidak tahu apa yang bisa dilakukannya. Aku berhenti sejenak, lalu berkata, "Mengapa engkau tidak bermain dengan yang lain, nak ?" Dia memandang ke depan tanpa bersuara,lalu aku tahu dia tidak bisa mendengar.

Oh, maafkan aku bila aku mengeluh. Aku punya dua telinga. Dunia ini milikku.

Dengan dua kaki untuk membawa aku ke mana aku mau.
Dengan dua mata untuk memandang mentari terbenam.
Dengan dua telinga untuk mendengar apa yang ingin kudengar.

Oh, maafkan aku bila aku mengeluh.

Environment Effect

Environment (lingkungan) sangat penting artinya bagi kita. Hal inilah yang bakal membentuk pribadi kita di kemudian hari. Kalau tinggal di lingkungan yang negatif, kita akan menjadi jelek. Sebaliknya. Jika kita tinggal di lingkungan yang baik maka kita juga akan menjadi baik.

Mitra bisnis, business wisdom hari ini akan bercerita tentang seorang ibu yang membawa anaknya pindah rumah. Pertama kali dia tinggal di dekat kuburan. Setelah beberapa lama sang anak mengamati bahwa tiap hari ia melihat orang mengubur mayat dan lain-lain. Maka anak tersebut pun bermain-main dengan cara seperti itu. Di rumah pun ia bermain-main dengan hal-hal yang berhubungan dengan kubur. Ibunya sedih melihat
perkembangan anaknya yang seperti itu.

Kemudian ia pindah rumah lagi ke dekat pasar. Setelah beberapa saat ia tinggal di situ, sang anak mulai belajar nyopet. Ketika ibunya bertanya, "Lho, kamu kok bisa mencopet dengan cepat?" Si anak menjawab, "Iya, soalnya saya lihat tetangga-tetangga semuanya pintar mencopet. Maka saya ingin belajar nyopet supaya dapat uang cepat." Sang ibu sedih sekali. Ia berpikir lama dan akhirnya diputuskan untuk pindah ke tempat lain.

Akhirnya dibawalah anak tersebut pindah ke dekat sekolahan. Suatu hal yang menarik adalah, anak ini mulai berbicara tentang sekolah, kehidupan sekolah dan tentang ilmu-ilmu yang ada di sekolahan itu. Anak ini bisa cepat belajar membaca, menulis dan lain-lain. Anak ini menjadi anak terkenal. Namanya Mong Tse atau salah seorang filsuf terkenal dari negeri China. Kata-katanya adalah, "Ibu dari anak ini telah pindah tiga kali untuk mendapatkan tempat yang cocok untuk anaknya."

Ini adalah sebuah cerita yang menarik sekali sekaligus menggambarkan bagaimana environment atau lingkungan sekeliling kita begitu penting dalam kehidupan kita. Karena kalau environment kita itu jelek, maka dengan sendirinya kita juga akan jelek. Kalau kita dekat dengan tinta, maka kita akan kena hitamnya. Sedangkan kalau kita dekat dengan sesuatu yang baik, maka kita juga akan ketularan hal yang baik.

Dalam kehidupan bisnis, environment atau kehidupan sekeliling kita itu sangat penting. Kita tidak boleh melupakan siapa yang berteman dengan kita saat ini. Karena hal ini akan membentuk environment, cara berpikir, belajar kita. Kalau sekeliling kita adalah orang-orang yang baik, maka kita akan menjadi baik juga. Kalau teman-teman kita adalah orang yang antusias, maka kita akan menjadi antusias juga. Karena sebetulnya kita semua saling menularkan kebiasaan dan saling memberikan input ke dalam diri masins - masing.

Cerita ini sangat penting untuk setiap orang. Bahwa kalau ingin menjadi sukses, maka kita harus mencari environment terhadap pekerjaan kita yang baik dan tepat. Teman-teman yang kita cari haruslah yang baik. Kita boleh memilih teman karena kita mempunyai hak untuk itu.

Cobalah mencari teman yang baik sehingga environment dalam bisnis, lingkungan, pemikiran, dan semua dalam kehidupan kita adalah lingkungan yang baik yang membawa Anda lebih cepat sukses.

Demikian inti business wisdom hari ini. Semoga Anda tinggal di lingkungan yang tepat, sehingga menjadi orang yang tepat pula. Kalau lingkungan Anda negatif, berpikirlah untuk mencari tempat yang lebih baik.

Eight Habbits of Creative Genius

The following eight strategies encourage you to think productively, rather than reproductively, in order to arrive at solutions to problems. "These strategies are common to the thinking styles of creative geniuses in science, art, and industry throughout history."

Look at problems in many different ways,
and find new perspectives that no one else has taken (or no one else has publicized!). Leonardo da Vinci believed that, to gain knowledge about the form of a problem, you begin by learning how to restructure it in many different ways. He felt that the first way he looked at a problem was too biased. Often, the problem itself is reconstructed and becomes a new one.

Visualize!
When Einstein thought through a problem, he always found it necessary to formulate his subject in as many different ways as possible, including using diagrams. He visualized solutions, and believed that words and numbers as such did not play a significant role in his thinking process.

Produce!
A distinguishing characteristic of genius is productivity. Thomas Edison held 1,093 patents. He guaranteed productivity by giving himself and his assistants idea quotas. In a study of 2,036 scientists throughout history, Dean Keith Simonton of the University of California at Davis found that the most respected scientists produced not only great works, but also many "bad" ones. They weren't afraid to fail, or to produce mediocre in order to arrive at excellence.

Make novel combinations.
Combine, and recombine, ideas, images, and thoughts into different combinations no matter how incongruent or unusual. The laws of heredity on which the modern science of genetics is based came from the Austrian monk Grego Mendel, who combined mathematics and biology to create a new science.

Form relationships;
make connections between dissimilar subjects. Da Vinci forced a relationship between the sound of a bell and a stone hitting water. This enabled him to make the connection that sound travels in waves. Samuel Morse invented relay stations for telegraphic signals when observing relay stations for horses.

Think in opposites.
Physicist Niels Bohr believed, that if you held opposites together, then you suspend your thought, and your mind moves to a new level. His ability to imagine light as both a particle and a wave led to his conception of the principle of complementarity. Suspending thought (logic) may allow your mind to create a new form.

Think metaphorically.
Aristotle considered metaphor a sign of genius, and believed that the individual who had the capacity to perceive resemblances between two separate areas of existence and link them together was a person of special gifts.

Prepare yourself for chance.
Whenever we attempt to do something and fail, we end up doing something else. That is the first principle of creative accident. Failure can be productive only if we do not focus on it as an unproductive result. Instead: analyze the process, its components, and how you can change them, to arrive at other results. Do not ask the question "Why have I failed?", but rather "What have I done?"

TIGA HARI SAJA!

Yang pertama;

Hari kemarin. Anda tak bisa mengubah apa pun yang telah terjadi.
Anda tak bisa menarik perkataan yang telah terucapkan.
Anda tak mungkin lagi menghapus kesalahan dan mengulangi kegembiraan yang anda rasakan kemarin.
Biarkan hari kemarin lewat; lepaskan saja...

Yang kedua:

hari esok. Hingga mentari esok hari terbit,
Anda tak tahu apa yang akan terjadi.
Anda tak bisa melakukan apa-apa esok hari.
Anda tak mungkin sedih atau ceria di esok hari.
Esok hari belum tiba; biarkan saja...

Yang tersisa kini hanyalah hari ini.

Pintu masa lalu telah tertutup,
Pintu masa depan pun belum tiba.
Pusatkan saja diri anda untuk hari ini.
Anda dapat mengerjakan lebih banyak hal hari ini bila anda mampu memaafkan hari kemarin dan melepaskan ketakutan akan esok hari.

Hiduplah hari ini. Karena, masa lalu dan masa depan hanyalah permainan pikiran yang rumit.

Hiduplah apa adanya.
Karena yang ada hanyalah hari ini, hari ini yang abadi.

Perlakukan setiap orang dengan kebaikan hati dan rasa hormat, meski mereka berlaku buruk pada anda.
Cintailah seseorang sepenuh hati hari ini, karena mungkin besok cerita sudah berganti.
Ingatlah bahwa anda menunjukkan penghargaan pada orang lain bukan karena siapa mereka, tetapi karena siapakah diri anda sendiri

Jadi teman, jangan biarkan masa lalu mengekangmu atau masa depan membuatmu bingung, lakukan yang terbaik HARI INI dan lakukan sekarang juga!!!!!!

Tuluskah Senyumku Untukmu?

Apa yang akan Anda lakukan ketika berjumpa seseorang dengan
sesungging senyum manis di lekuk bibirnya? Bandingkan reaksi Anda
apabila orang yang dijumpai itu mengerutkan bibir dengan tatapan mata
tajam. Tak ada ekspresi senyum sedikit pun di wajahnya. Hampir pasti
akan muncul respons ber- beda untuk dua situasi tersebut.

Ekspresi di wajah seseorang berpengaruh langsung terhadap pola
komunikasi dan bentuk interaksi sosial yang terjadi, termasuk
ekspresi balasan yang ditampilkan kemudian.

Di gerbang tol Jatiwarna, Bekasi, misalnya, bagai oase saat memasuki
antrean di salah satu gerbang tol. Saya juluki gerbang tol itu paling
cerdas dari sekian banyak gerbang tol yang tersebar di seluruh
wilayah Jakarta dan sekitarnya.

Gerbang pada ruas Jatiwarna ini adalah loket jalan keluar menuju
salah satu taman wisata di timur Jakarta, Taman Mini Indonesia Indah
(TMII). Meski antrean kendaraan begitu panjang, petugas selalu
proaktif mengambil kartu, menerima pembayaran, dan siap dengan uang
kembali.

Dari segi waktu dan gerak (time and motion) terkesan efektif,
efisien, dan optimal. Dalam hal jasa layanan, sapaan ramah dan senyum
hangat melengkapi kecerdasan di gerbang itu. Senyum yang menghiasi
wajah petugas plus ucapan "selamat jalan", tentu menyejukkan hati,
bukan?

Komunikasi Nonverbal

Senyum merupakan salah satu isyarat nonverbal atau gesture manusia
dalam berkomunikasi. Penelitian yang dilakukan Leonard, Voeller, dan
Kaldau (1991) menunjukkan di dalam setiap senyuman terjadi
peningkatan pesan positif yang komunikatif.

Indonesia sebagai negeri yang konon dikenal dengan keramahtamahannya
(entah masih berlaku atau tidak?), senyuman mungkin tak terlalu sulit
ditemui. Namun, tentu bukan hal mudah mengetahui apakah senyuman yang
terpampang di hadapan kita itu tulus atau dibuat-buat.

Diperlukan latihan dan pengamatan yang lebih seksama apabila kita
mempunyai kebutuhan untuk membeda-bedakan senyum seseorang dalam
komunikasi. Sebagai isyarat di dalam komunikasi nonverbal, sebuah se-
nyuman setidaknya memiliki enam ciri sebagaimana konsep komunikasi
nonverbal secara umum.

Pertama, ia hadir di mana-mana, sebab setiap komunikasi yang ter-
jadi pasti membawa serta isyarat nonverbal.

Kedua, membentuk suatu sistem bahasa yang universal. Banyak orang
percaya isyarat nonverbal, seperti senyuman, merupakan kode yang
diakui dan dipahami secara mendunia.

Ketiga, dapat menciptakan salah pengertian sebagaimana juga saling
mengerti antarmanusia. Makna sebuah senyuman dapat pula salah
ditangkap orang lain. Keempat, memiliki keunggulan khas dalam
interaksi antarmanusia, sebab isyarat nonverbal berpengaruh kuat pada
menit-menit pertama sebelum terlalu banyak kata-kata terlontar.

Kelima, dapat mengekspresikan berbagai hal tentang pikiran dan
perasaan orang yang tak mampu disampaikan dengan kata-kata. Misalnya
sesuatu yang terlalu kasar, apabila harus diucapkan, senyuman dengan
ekspresi jijik mungkin lebih mudah dan cepat ditangkap. Keenam, dapat
dipercaya merupakan ciri yang begitu kuat.

Orang mengatakan ekspresi adalah "jendela jiwa", demikian halnya
senyuman dengan berbagai bentuk dan maknanya dapat dipercaya sebagai
penyampai pesan yang ampuh mengenai kedalaman jiwa seseorang.

Beberapa ahli psikologi klinis melakukan penelitian mengenai se-
nyuman. Mereka adalah Ekman dan kawan-kawan, mempublikasikan hasil
temuannya bahwa perbedaan beberapa bentuk senyuman yang tampil, juga
membedakan apakah seseorang tersenyum tulus atau hanya berpura-pura
demi menutup-nutupi perasaan yang sesungguhnya.

Senyuman tulus yang mengekspresikan isi hati yang gembira biasanya
terjadi bersamaan dengan munculnya gerakan otot mata. Orang-orang
yang mengekspresikan senyum dari hati yang tulus tentu saja didorong
oleh perasaan bahagia dan gembira ketika ia melakukannya.

Sebaliknya, senyum yang terjadi hanya di bibir, yakni dengan
lengkungan ke atas, sedikit atau banyak, tanpa disertai gerakan-
gerakan aktif otot di seputar mata sering dihubungkan dengan ekspresi
jijik. Bahkan juga kesedihan, ketakutan, kecemasan, meremehkan,
sinis, ekspresi rasa iri, yang sering kali terdapat pada se- nyuman
orang-orang yang memanipulasi perasaan negatifnya.

Senyum yang muncul sebagai ekspresi manipulasi perasaan merupakan
topeng (mask). Bagi orang yang kurang peka atau tidak terlatih
menangkap ekspresi nonverbal orang lain, mungkin saja sebuah senyuman
dapat menyesatkan atau mengaburkan.

Akibatnya, kepura-puraan dalam interaksi sosial disebabkan pesan
sosial yang tidak sampai tersebut, semakin tebal. Beberapa tahun
lalu, tembang dari God Bless yang dilantunkan Ahmad Albar, lirik
awalnya mengatakan, "Dunia ini panggung sandiwara, ceritanya mudah
berubah..." cukup relevan menggambarkan kondisi dunia dan kehidupan
manusia yang semakin diwarnai kepura-puraan.

Menyikapi keadaan dunia yang demikian, rasanya bisa pesimistis juga,
jika setiap hari harus berhadapan dengan topeng-topeng wajah di
sekeliling kita. Sementara kita membutuhkan nilai ketulusan pada
ekspresi seseorang demi memperlancar pesan sosial dalam komunikasi.

Namun, marilah kita menghibur diri dengan pernyataan berikutnya dari
Ekman dan kawan-kawan bahwa ekspresi wajah yang spontan (tidak
sengaja) justru dapat mengungkapkan kebohongan atau kepura-puraan
orang. Ekspresi seseorang, khususnya senyum yang menghiasi wajahnya,
kadang-kadang dapat mendukung sikap kepura-puraannya atau justru
menyingkap topeng pura-pura itu. Jadi, hati-hatilah memilih topeng.

Semakin sering menjumpai berbagai orang dengan berbagai topeng
senyumannya, ditambah sedikit usaha meningkatkan kepekaan, kita dapat
terampil menangkap senyum tulus atau pura-pura itu. Sekali lagi,
senyuman yang tulus akan diikuti dengan gerakan aktif otot-otot di
seputar mata.

Namun apabila ada orang yang tidak tersenyum jangan terlalu cepat
dinilai tidak tulus. Sebab bisa saja otot wajahnya kaku, karena tidak
terbiasa mengekspresikan perasaan. Atau ada pula orang-orang jaim
(jaga image) yang menganggap senyum dapat menjatuhkan wibawa.
Percayalah, ada orang seperti itu.

Ekspresi

Tidak perlu harus menjadi foto model atau selebriti untuk
mengekspresikan senyuman di depan kamera, bukan? Jelas, senyuman
memang mudah dibuat, dikondisikan, dan ditampilkan, demi
mengakomodasi berbagai kepentingan.

Pencitraan perusahaan yang biasanya merupakan garapan bagian humas,
banyak yang mencanangkan motto "senyum'' sebagai salah satu kata
kunci. Bahkan tak sedikit diangkat menjadi tagline iklan.

"Senyum dan sapa hangat kami senantiasa menyambut Anda sejak langkah
pertama", misalnya. Jika demikian, artinya senyum harus dilatih oleh
setiap insan yang menjadi bagian organisasi tersebut. Apakah ini
tergolong senyuman yang manipulatif?

Berpegang pada ciri-ciri senyuman tulus versi hasil penelitian, kita
dapat mengembangkan pemahaman bahwa setiap orang bisa tersenyum.
Namun, ada orang yang hanya "tersenyum di bibir" tapi "tidak
tersenyum matanya".

Dengan demikian pencanangan dan pelatihan "tersenyum'' demi
meningkatkan layanan dan produktivitas harus dikondisikan melalui
iklim di dalam lingkungan organisasi.

Jangan harap orang bisa tersenyum tulus apabila hatinya tidak sungguh-
sungguh gembira untuk mengekspresikan "senyum tulusku untukmu"
tersebut.

Sebetulnya sederhana sekali, ketika orang-orang atau pekerja dalam
sebuah organisasi merasa puas, senang, bersuka cita, dapat menikmati
suasana, hangat dan akrab satu sama lain, maka ia pun dengan mudah
dapat mengekspresikan senyum tulus.

Senyuman yang menyejukkan orang lain tanpa harus dikomando, disuruh
bahkan dipaksakan. Senyum! Klik!

Bertahan Hingga Menang

Art Berg adalah atlet berbakat yang memiliki masa depan yang cerah. Ia punya perusahaan konstruksi dan seorang tunangan yang baik dan cantik. Pada malam Natal, ia dalam perjalanan menuju ke rumah tunangannya di Utah untuk menuntaskan acara pernikahan mereka. Karena perjalanan panjang, ia capai dan mengantuk hingga mobilnya menabrak tiang pembatas jalan dan terjun ke jurang. Ia terlempar dari mobil dan jatuh ke tanah dengan leher patah. Akibatnya ia lumpuh dari dada ke bawah dan tidak bisa menggunakan tangan dan kakinya. Dokter berkata ia tidak akan pulih dari kelumpuhan. Teman-temannya menasehatinya agar ia melupakan pernikahannya.

Art Berg takut dan putus asa. Namun ibunya datang dan berbisik, "Nak, hal sulit membutuhkan waktu. Hal mustahil perlu waktu sedikit lebih lama." Karena kata-kata itu, harapannya muncul kembali. Ia berlatih keras hingga akhirnya bisa mandiri. Sebelas tahun kemudian ia kembali memimpin perusahaannya sendiri, bisa menyetir dan melakukan olah raga, serta menikah dengan tunangannya dan punya dua anak. Sekarang ia menjadi pembicara profesional dan penulis buku yang mendorong dan memotivasi banyak orang.

Lima Pelajaran Penting

1. Pelajaran Penting ke-1

Pada bulan ke-2 diawal kuliah saya, seorang Profesor memberikan quiz mendadak pada kami. Karena kebetulan cukup menyimak semua kuliah-kuliahnya, saya cukup cepat menyelesaikan soal-soal quiz, sampai pada soal yang terakhir. Isi Soal terakhir ini adalah : Siapa nama depan wanita yang menjadi petugas pembersih sekolah ? Saya yakin soal ini cuma "bercanda". Saya sering melihat perempuan ini.

Tinggi,berambut gelap dan berusia sekitar 50-an, tapi bagaimana saya tahu nama depannya ? Saya kumpulkan saja kertas ujian saya, tentu saja dengan jawaban soal terakhir kosong. Sebelum kelas usai, seorang rekan bertanya pada Profesor itu, mengenai soal terakhir akan "dihitung" atau tidak.

"Tentu Saja Dihitung !" kata si Profesor. "Pada perjalanan karirmu, kamu akan ketemu banyak orang. Semuanya penting!. Semua harus kamu perhatikan dan pelihara, walaupun itu cuma dengan sepotong senyuman, atau sekilas "hallo"!Saya selalu ingat pelajaran itu. Saya kemudian tahu, bahwa nama depan ibu pembersih sekolah adalah "Dorothy".

2. Pelajaran Penting ke-2 : Penumpang yang Kehujanan

Malam itu, pukul setengah dua belas malam. Seorang wanita negro rapi yang sudah berumur, sedang berdiri di tepi jalan tol Alabama. Ia nampak mencoba bertahan dalam hujan yang sangat deras, yang hampir seperti badai. Mobilnya kelihatannya lagi rusak, dan perempuan ini sangat ingin menumpang mobil. Dalam keadaan basah kuyup, ia mencoba menghentikan setiap mobil yang lewat. Mobil berikutnya dikendarai oleh seorang pemuda bule, dia berhenti untuk menolong ibu ini. Kelihatannya si bule ini tidak paham akan konflik etnis tahun 1960-an, yaitu pada saat itu. Pemuda ini akhirnya membawa si ibu negro selamat hingga suatu tempat, untuk mendapatkan pertolongan, lalu mencarikan si ibu ini taksi. Walaupun terlihat sangat tergesa-gesa, si ibu tadi bertanya tentang alamat si pemuda itu, menulisnya, lalu mengucapkan terima kasih pada si pemuda. 7 hari berlalu, dan tiba-tiba pintu rumah pemuda bule ini diketuk Seseorang. Kejutan baginya, karena yang datang ternyata kiriman sebuah televisi set besar berwarna (1960-an !) khusus dikirim kerumahnya.Terselip surat kecil tertempel di televisi, yang isinya adalah : " Terima kasih nak, karena membantuku di jalan Tol malam itu. Hujan tidak hanya membasahi bajuku, tetapi juga jiwaku.

Untung saja anda datang dan menolong saya. Karena pertolongan anda, saya masih sempat untuk hadir disisi suamiku yang sedang sekarat...hingga wafatnya. Tuhan memberkati anda,karena membantu saya dan tidak mementingkan dirimu pada saat itu" Tertanda Ny.Nat King Cole.

Catatan : Nat King Cole, adalah penyanyi negro tenar thn. 60-an di USA


3. Pelajaran penting ke-3 : Selalulah perhatikan dan ingat, pada semua yang anda layani.

Di zaman eskrim khusus (ice cream sundae) masih murah, seorang anak laki-laki umur 10-an tahun masuk ke Coffee Shop Hotel, dan duduk di meja. Seorang pelayan wanita menghampiri, dan memberikan air putih dihadapannya. Anak ini kemudian bertanya "Berapa ya,... harga satu ice cream sundae?" katanya. "50 sen..." balas si pelayan. Si anak kemudian mengeluarkan isi sakunya dan menghitung dan mempelajari koin-koin di kantongnya.... "Wah... Kalau ice cream yang biasa saja berapa?"

katanya lagi. Tetapi kali ini orang-orang yang duduk di meja-meja lain sudah mulai banyak... dan pelayan ini mulai tidak sabar. "35 sen" kata si pelayan sambil uring-uringan. Anak ini mulai menghitungi dan mempelajari lagi koin-koin yang tadi dikantongnya. "Bu... saya pesen yang ice cream biasa saja ya..."ujarnya. Sang pelayan kemudian membawa ice cream tersebut, meletakkan kertas kuitansi di atas meja dan terus melengos berjalan. Si anak ini kemudian makan ice-cream, bayar di kasir, dan pergi. Ketika si Pelayan wanita ini kembali untuk membersihkan meja si anak kecil tadi, dia mulai menangis terharu. Rapi tersusun disamping piring kecilnya yang kosong, ada 2 buah koin 10-sen dan 5 buah koin 1-sen. Anda bisa lihat... anak kecil ini tidak bisa pesan Ice-cream Sundae, karena tidak memiliki cukup untuk memberi sang pelayan uang tip yang "layak"......


4. Pelajaran penting ke-4 : Penghalang di Jalan Kita

Zaman dahulu kala, tersebutlah seorang Raja, yang menempatkan sebuah batu besar di tengah-tengah jalan. Raja tersebut kemudian bersembunyi, untuk melihat apakah ada yang mau menyingkirkan batu itu dari jalan.

Beberapa pedagang terkaya yang menjadi rekanan raja tiba ditempat, untuk berjalan melingkari batu besar tersebut. Banyak juga yang datang, kemudian memaki-maki sang Raja, karena tidak membersihkan jalan dari rintangan.Tetapi tidak ada satupun yang mau melancarkan jalan dengan menyingkirkan batu itu. Kemudian datanglah seorang petani, yang menggendong banyak sekali sayur mayur. Ketika semakin dekat, petani ini kemudian meletakkan dahulu bebannya, dan mencoba memindahkan batu itu kepinggir jalan. Setelah banyak mendorong dan mendorong, akhirnya ia berhasil menyingkirkan batu besar itu. Ketika si petani ingin mengangkat kembali sayurnya, ternyata ditempat batu tadi ada kantung yang berisi banyak uang emas dan surat Raja. Surat yang mengatakan bahwa emas ini hanya untuk orang yang mau menyingkirkan batu tersebut dari jalan. Petani ini kemudian belajar, satu pelajaran yang kita tidak pernah bisa mengerti. Bahwa pada dalam setiap rintangan, tersembunyi kesempatan yang bisa dipakai untuk memperbaiki hidup kita.

5. Pelajaran penting ke-5 : Memberi, ketika dibutuhkan.

Waktu itu, ketika saya masih seorang sukarelawan yang bekerja di sebuah rumah sakit, saya berkenalan dengan seorang gadis kecil yang bernama Liz, seorang penderita satu penyakit serius yang sangat jarang. Kesempatan sembuh, hanya ada pada adiknya, seorang pria kecil yang berumur 5 tahun, yang secara mujizat sembuh dari penyakit yang sama. Anak ini memiliki antibodi yang diperlukan untuk melawan penyakit itu. Dokter kemudian mencoba menerangkan situasi lengkap medikal tersebut ke anak kecil ini, dan bertanya apakah ia siap memberikan darahnya kepada kakak perempuannya. Saya melihat si kecil itu ragu-ragu sebentar, sebelum mengambil nafas panjang dan berkata "Baiklah... Saya akan melakukan hal tersebut.... asalkan itu bisa menyelamatkan kakakku". Mengikuti proses tranfusi darah, si kecil ini berbaring di tempat tidur,disamping kakaknya. Wajah sang kakak mulai memerah, tetapi Wajah si kecil mulai pucat dan senyumnya menghilang.

Si kecil melihat ke dokter itu, dan bertanya dalam suara yang bergetar...katanya "Apakah saya akan langsung mati dokter... ?"Rupanya si kecil sedikit salah pengertian. Ia merasa, bahwa ia harus menyerahkan semua darahnya untuk menyelamatkan jiwa kakaknya.

Lihatlah...bukankah pengertian dan sikap adalah segalanya....

Aku pernah datang dan aku sangat patuh

Kisah tentang seorang gadis kecil yang cantik yang memiliki sepasang bola mata yang indah dan hati yang lugu polos. Dia adalah seorang yatim piatu dan hanya sempat hidup di dunia ini selama delapan tahun. Satu kata terakhir yang ia tinggalkan adalah saya pernah datang dan saya sangat penurut.
Anak ini rela melepasakan pengobatan, padahal sebelumnya dia telah memiliki dana pengobatan sebanyak 540.000 dolar yang didapat dari perkumpulan orang Chinese seluruh dunia. Dan membagi dana tersebut menjadi tujuh bagian, yang dibagikan kepada tujuh anak kecil yang juga sedang berjuang menghadapi kematian. Dan dia rela melepaskan pengobatannya.

Begitu lahir dia sudah tidak mengetahui siapa orang tua kandungnya.
Dia hanya memiliki seorang papa yang mengadopsinya. Papanya berumur 30 tahun yang bertempat tinggal di provinsi She Cuan kecamatan Suang Liu, kota Sang Xin Zhen Yun Ya Chun Er Cu. Karena miskin, maka selama ini ia tidak menemukan pasangan hidupnya. Kalau masih harus mengadopsi anak kecil ini, mungkin tidak ada lagi orang yang mau dilamar olehnya. Pada tanggal 30 November 1996, tgl 20 bln 10 imlek, adalah saat dimana papanya menemukan anak kecil tersebut diatas hamparan rumput, disanalah papanya menemukan seorang bayi kecil yang sedang kedinginan. Pada saat menemukan anak ini, di dadanya terdapat selembar kartu kecil tertulis, 20 November jam 12.

Melihat anak kecil ini menangis dengan suara tangisannya sudah mulai melemah. Papanya berpikir kalau tidak ada orang yang memperhatikannya, maka kapan saja bayi ini bisa meninggal. Dengan berat hati papanya memeluk bayi tersebut, dengan menghela nafas dan berkata, "saya makan apa, maka kamu juga ikut apa yang saya makan". Kemudian papanya memberikan dia nama Yu Yan.

Ini adalah kisah seorang pemuda yang belum menikah yang membesarkan seorang anak, tidak ada Asi dan juga tidak mampu membeli susu bubuk, hanya mampu memberi makan bayi tersebut dengan air tajin (air beras). Maka dari kecil anak ini tumbuh menjadi lemah dan sakit-sakitan. Tetapi anak ini sangat penurut dan sangat patuh. Musim silih berganti, Yu Yuan pun tumbuh dan bertambah besar serta memiliki kepintaran yang luar biasa. Para tetangga sering memuji Yu Yuan sangat pintar, walaupun dari kecil sering sakit-sakitan dan mereka sangat menyukai Yu Yuan. Ditengah ketakutan dan kecemasan papanya, Yu Yuan pelan-pelan tumbuh dewasa.

Yu Yuan yang hidup dalam kesusahan memang luar biasa, mulai dari umur
lima tahun, dia sudah membantu papa mengerjakan pekerjaan rumah. Mencuci baju, memasak nasi dan memotong rumput. Setiap hal dia kerjakan dengan baik. Dia sadar dia berbeda dengan anak-anak lain. Anak-anak lain memiliki sepasang orang tua, sedangkan dia hanya memiliki seorang papa. Keluarga ini hanya mengandalkan dia dan papa yang saling menopang. Dia harus menjadi seorang anak yang penurut dan tidak boleh membuat papa menjadi sedih dan marah.

Pada saat dia masuk sekolah dasar, dia sendiri sudah sangat mengerti, harus giat belajar dan menjadi juara di sekolah. Inilah yang bisa membuat papanya yang tidak berpendidikan menjadi bangga di desanya. Dia tidak pernah mengecewakan papanya, dia pun bernyanyi untuk papanya. Setiap hal yang lucu yang terjadi di sekolahnya di ceritakan kepada papanya. Kadang-kadang dia bisa nakal dengan mengeluarkan soal-soal yang susah untuk menguji papanya.

Setiap kali melihat senyuman papanya, dia merasa puas dan bahagia. Walaupun tidak seperti anak-anak lain yang memiliki mama, tetapi bisa hidup bahagia dengan papa, ia sudah sangat berbahagia.

Mulai dari bulan Mei 2005 Yu Yuan mulai mengalami mimisan. Pada suatu
pagi saat Yu Yuan sedang mencuci muka, ia menyadari bahwa air cuci mukanya sudah penuh dengan darah yang ternyata berasal dari hidungnya. Dengan berbagai cara tidak bisa menghentikan pendarahan tersebut. Sehingga papanya membawa Yu Yuan ke puskesmas desa untuk disuntik. Tetapi sayangnya dari bekas suntikan itu juga mengerluarkan darah dan tidak mau berhenti. Dipahanya mulai bermunculan bintik-bintik merah. Dokter tersebut menyarankan papanya untuk membawa Yu Yuan ke rumah sakit untuk diperiksa. Begitu tiba di rumah sakit, Yu Yuan tidak mendapatkan nomor karena antrian sudah panjang. Yu Yuan hanya bisa
duduk sendiri dikursi yang panjang untuk menutupi hidungnya. Darah yang keluar dari hidungnya bagaikan air yang terus mengalir dan memerahi lantai. Karena papanya merasa tidak enak kemudian mengambil sebuah baskom kecil untuk menampung darah yang keluar dari hidung Yu Yuan. Tidak sampai sepuluh menit, baskom yang kecil tersebut sudah penuh berisi darah yang keluar dari hidung Yu Yuan.

Dokter yang melihat keadaaan ini cepat-cepat membawa Yu Yuan untuk diperiksa. Setelah diperiksa, dokter menyatakan bahwa Yu Yuan terkena Leukimia ganas. Pengobatan penyakit tersebut sangat mahal yang memerlukan biaya sebesar 300.000 $. Papanya mulai cemas melihat anaknya yang terbaring lemah di ranjang. Papanya hanya memiliki satu
niat yaitu menyelamatkan anaknya. Dengan berbagai cara meminjam uang
kesanak saudara dan teman dan ternyata, uang yang terkumpul sangatlah sedikit. Papanya akhirnya mengambil keputusan untuk menjual rumahnya yang merupakan harta satu satunya. Tapi karena rumahnya terlalu kumuh, dalam waktu yang singkat tidak bisa menemukan seorang pembeli.

Melihat mata papanya yang sedih dan pipi yang kian hari kian kurus. Dalam hati Yu Yuan merasa sedih. Pada suatu hari Yu Yuan menarik tangan papanya, air mata pun mengalir dikala kata-kata belum sempat terlontar. "Papa saya ingin mati". Papanya dengan pandangan yang kaget melihat Yu Yuan, "Kamu baru berumur 8 tahun kenapa mau mati". "Saya adalah anak yang dipungut, semua orang berkata nyawa saya tak berharga, tidaklah cocok dengan penyakit ini, biarlah saya keluar dari rumah sakit ini."

Pada tanggal 18 juni, Yu Yuan mewakili papanya yang tidak mengenal huruf, menandatangani surat keterangan pelepasan perawatan. Anak yang berumur delapan tahun itu pun mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan pemakamannya sendiri. Hari itu juga setelah pulang kerumah,
Yu Yuan yang sejak kecil tidak pernah memiliki permintaan, hari itu meminta dua permohonan kepada papanya. Dia ingin memakai baju baru dan berfoto. Yu Yuan berkata kepada papanya: "Setelah saya tidak ada,
kalau papa merindukan saya lihatlah melihat foto ini". Hari kedua, papanya menyuruh bibi menemani Yu Yuan pergi ke kota dan membeli baju baru. Yu Yuan sendirilah yang memilih baju yang dibelinya. Bibinya memilihkan satu rok yang berwarna putih dengan corak bintik-bintik merah. Begitu mencoba dan tidak rela melepaskannya. Kemudian mereka bertiga tiba di sebuah studio foto. Yu Yuan kemudia memakai baju barunya dengan pose secantik mungkin berjuang untuk tersenyum. Bagaimanapun ia berusaha tersenyum, pada akhirnya juga tidak bisa menahan air matanya yang mengalir keluar. Kalau bukan karena seorang wartawan Chuan Yuan yang bekerja di surat kabar Cheng Du Wan Bao, Yu Yuan akan seperti selembar daun yang lepas dari pohon dan hilang ditiup angin.

Setelah mengetahui keadaan Yu Yuan dari rumah sakit, Chuan Yuan kemudian menuliskan sebuah laporan, menceritakan kisah Yu Yuan secara
detail. Cerita tentang anak yg berumur 8 tahun mengatur pemakamakannya
sendiri dan akhirnya menyebar keseluruh kota Rong Cheng. Banyak orang-orang yang tergugah oleh seorang anak kecil yang sakit ini, dari ibu kota sampai satu Negara bahkan sampai keseluruh dunia. Mereka mengirim email ke seluruh dunia untuk menggalang dana bagi anak ini". Dunia yang damai ini menjadi suara panggilan yang sangat kuat bagi setiap orang.

Hanya dalam waktu sepuluh hari, dari perkumpulan orang Chinese didunia saja telah mengumpulkan 560.000 dolar. Biaya operasi pun telah tercukupi. Titik kehidupan Yu Yuan sekali lagi dihidupkan oleh cinta kasih semua orang.

Setelah itu, pengumuman penggalangan dana dihentikan tetapi dana terus
mengalir dari seluruh dunia. Dana pun telah tersedia dan para dokter sudah ada untuk mengobati Yu Yuan. Satu demi satu gerbang kesulitan pengobatan juga telah dilewati. Semua orang menunggu hari suksesnya Yu Yuan.

Ada seorang teman di-email bahkan menulis: "Yu Yuan anakku yang tercinta saya mengharapkan kesembuhanmu dan keluar dari rumah sakit. Saya mendoakanmu cepat kembali ke sekolah. Saya mendambakanmu bisa tumbuh besar dan sehat. Yu Yuan anakku tercinta."

Pada tanggal 21 Juni, Yu Yuan yang telah melepaskan pengobatan dan
menunggu kematian akhirnya dibawa kembali ke ibu kota. Dana yang sudah
terkumpul, membuat jiwa yang lemah ini memiliki harapan dan alasan untuk terus bertahan hidup. Yu Yuan akhirnya menerima pengobatan dan dia sangat menderita didalam sebuah pintu kaca tempat dia berobat. Yu Yuan kemudian berbaring di ranjang untuk diinfus. Ketegaran anak kecil ini membuat semua orang kagum padanya. Dokter yang menangani dia, Shii Min berkata, dalam perjalanan proses terapi akan mendatangkan mual yang sangat hebat. Pada permulaan terapi Yu Yuan sering sekali muntah. Tetapi Yu Yuan tidak pernah mengeluh. Pada saat pertama kali melakukan pemeriksaan sumsum tulang belakang, jarum suntik ditusukkan dari depan dadanya, tetapi Yu Yuan tidak menangis dan juga tidak berteriak, bahkan tidak meneteskan air mata. Yu yuan yang dari dari lahir sampai maut menjemput tidak pernah mendapat kasih sayang seorang ibu. Pada saat dokter Shii Min menawarkan Yu Yuan untuk menjadi anak perermpuannya. Air mata Yu Yuan pun mengalir tak terbendung.

Hari kedua saat dokter Shii Min datang, Yu Yuan dengan malu-malu
memanggil dengan sebutan Shii Mama. Pertama kalinya mendengar suara itu, Shii Min kaget, dan kemudian dengan tersenyum dan menjawab, "Anak yang baik". Semua orang mendambakan sebuah keajaiban dan menunggu momen dimana Yu Yuan hidup dan sembuh kembali. Banyak masyarakat datang untuk menjenguk Yu Yuan dan banyak orang menanyakan kabar Yu Yuan dari email. Selama dua bulan Yu Yuan melakukan terapi dan telah
berjuang menerobos sembilan pintu maut. Pernah mengalami pendarahan
dipencernaan dan selalu selamat dari bencana. Sampai akhirnya darah putih dari tubuh Yu Yuan sudah bisa terkontrol. Semua orang-orang pun
menunggu kabar baik dari kesembuhan Yu Yuan.

Tetapi efek samping yang dikeluarkan oleh obat-obat terapi sangatlah
menakutkan, apalagi dibandingkan dengan anak-anak leukemia yang lain.
Fisik Yu Yuan jauh sangat lemah. Setelah melewati operasi tersebut
fisik Yu Yuan semakin lemah.

Pada tanggal 20 agustus, Yu Yuan bertanya kepada wartawan Fu Yuan: "Tante kenapa mereka mau menyumbang dana untuk saya? Tanya Yu Yuan kepada wartawan tersebut. Wartawan tersebut menjawab, karena mereka semua adalah orang yang baik hati". Yu Yuan kemudia berkata : "Tante saya juga mau menjadi orang yang baik hati". Wartawan itupun menjawab, "Kamu memang orang yang baik. Orang baik harus saling membantu agar bisa berubah menjadi semakin baik". Yu yuan dari bawah bantal tidurnya mengambil sebuah buku, dan diberikan kepada ke Fu Yuan. "Tante ini adalah surat wasiat saya."

Fu yuan kaget, sekali membuka dan melihat surat tersebut ternyata Yu
Yuan telah mengatur tentang pengaturan pemakamannya sendiri. Ini adalah seorang anak yang berumur delapan tahun yang sedang menghadapi sebuah kematian dan diatas ranjang menulis tiga halaman surat wasiat dan dibagi menjadi enam bagian, dengan pembukaan, tante Fu Yuan, dan diakhiri dengan selamat tinggal tante Fu Yuan.

Dalam satu artikel itu nama Fu Yuan muncul tujuh kali dan masih ada
sembilan sebutan singkat tante wartawan. Dibelakang ada enam belas
sebutan dan ini adalah kata setelah Yu Yuan meninggal. Tolong,..... .. Dan dia juga ingin menyatakan terima kasih serta selamat tinggal kepada orang- orang yang selama ini telah memperhatikan dia lewat surat kabar. "Sampai jumpa tante, kita
berjumpa lagi dalam mimpi. Tolong jaga papa saya. Dan sedikit dari dana pengobatan ini bisa dibagikan kepada sekolah saya. Dan katakana ini juga pada pemimpin palang merah. Setelah saya meninggal, biaya pengobatan itu dibagikan kepada orang-orang yang sakit seperti saya. Biar mereka lekas sembuh". Surat wasiat ini membuat Fu Yuan tidak bisa menahan tangis yang membasahi pipinya.

Saya pernah datang, saya sangat patuh, demikianlah kata-kata yang keluar dari bibir Yu Yuan. Pada tanggal 22 agustus, karena pendarahan
dipencernaan hampir satu bulan, Yu Yuan tidak bisa makan dan hanya bisa mengandalkan infus untuk bertahan hidup. Mula mulanya berusaha mencuri makan, Yu Yuan mengambil mie instant dan memakannya. Hal ini membuat pendarahan di pencernaan Yu Yuan semakin parah. Dokter dan perawat pun secepatnya memberikan pertolongan darurat dan memberi infus dan transfer darah setelah melihat pendarahan Yu Yuan yang sangat hebat. Dokter dan para perawat pun ikut menangis. Semua orang ingin membantu meringankan pederitaannya. Tetapi tetap tidak bisa
membantunya. Yu Yuan yang telah menderita karena penyakit tersebut
akhirnya meninggal dengan tenang. Semua orang tidak bisa menerima
kenyataan ini melihat malaikat kecil yang cantik yang suci bagaikan air. Sungguh telah pergi kedunia lain.

Dikecamatan She Chuan, sebuah email pun dipenuhi tangisan menghantar
kepergian Yu Yuan. Banyak yang mengirimkan ucapan turut berduka cita
dengan karangan bunga yang ditumupuk setinggi gunung. Ada seorang pemuda berkata dengan pelan "Anak kecil, kamu sebenarnya adalah malaikat kecil diatas langit, kepakanlah kedua sayapmu. Terbanglah.. ......... ...." demikian kata-kata dari seorang pemuda
tersebut.

Pada tanggal 26 Agustus, pemakaman Yu Yuan dilaksanakan saat hujan gerimis. Didepan rumah duka, banyak orang-orang berdiri dan menangis mengantar kepergian Yu Yuan. Mereka adalah papa mama Yu Yuan yang tidak dikenal oleh Yu Yuan semasa hidupnya. Demi Yu Yuan yang menderita karena leukemia dan melepaskan pengobatan demi orang lain,
maka datanglah papa mama dari berbagai daerah yang diam-diam mengantarkan kepergian Yu Yuan.

Didepan kuburannya terdapat selembar foto Yu Yuan yang sedang tertawa.
Diatas batu nisannya tertulis, "Aku pernah datang dan aku sangat patuh" (30 nov 1996- 22 agus 2005). Dan dibelakangnya terukir perjalanan singkat riwayat hidup Yu Yuan. Dua kalimat terakhir adalah disaat dia masih hidup telah menerima kehangatan dari dunia. Beristirahatlah gadis kecilku, nirwana akan menjadi lebih ceria dengan adanya dirimu.

Sesuai pesan dari Yu Yuan, sisa dana 540.000 dolar tersebut disumbangkan kepada anak-anak penderita luekimia lainnya. Tujuh anak yang menerima bantuan dana Yu Yuan itu adalah : Shii Li, Huang Zhi Qiang, Liu Ling Lu, Zhang Yu Jie, Gao Jian, Wang Jie. Tujuh anak kecil yang kasihan ini semua berasal dari keluarga tidak mampu. Mereka adalah anak-anak miskin yang berjuang melawan kematian.

Pada tanggal 24 September, anak pertama yang menerima bantuan dari Yu
Yuan di rumah sakit Hua Xi berhasil melakukan operasi. Senyuman yang
mengambang pun terlukis diraut wajah anak tersebut. "Saya telah menerima bantuan dari kehidupan Anda, terima kasih adik Yu Yuan kamu pasti sedang melihat kami diatas sana. Jangan risau, kelak di batu nisan, kami juga akan mengukirnya dengan kata-kata "Aku pernah datang dan aku sangat patuh".

Kesimpulan:
Demikianlah sebuah kisah yang sangat menggugah hati kita. Seorang anak
kecil yang berjuang bertahan hidup dan akhirnya harus menghadapi kematian akibat sakit yang dideritanya. Dengan kepolosan dan ketulusan serta baktinya kepada orang tuanya, akhirnya mendapatkan respon yang luar biasa dari kalangan Dunia. Walaupun hidup serba kekuarangan, Dia bisa memberikan kasihnya terhadap sesama. Inilah contoh yang seharusnya kita pun mampu melakukan hal yang sama, berbuat sesuatu yang bermakna bagi sesama, memberikan sedikit kehangatan dan perhatian kepada orang yang membutuhkan. Pribadi dan hati seperti inilah yang dinamakan pribadi seorang Pengasih.

A store that sells husbands

A store that sells husbands has just opened in New York City, where a woman may go to choose a husband. Among the instructions at the entrance is a description of how the store operates. You may visit the store ONLY ONCE !
There are six floors and the attributes of the men increase as the shopper ascends the flights. There is, however, a catch . . .. you may choose any man from a particular floor, or you may choose to go up a floor, but you cannot go back down except to exit the building!

So, a woman goes to the Husband Store to find a husband . .

On the first floor the sign on the door reads:
Floor 1 - These men have jobs and love the Lord.

The second floor sign reads:
Floor 2 - These men have jobs, love the Lord, and love kids.

The third floor sign reads:
Floor 3 - These men have jobs, love the Lord, love kids, and are extremely good looking.

"Wow," she thinks, but feels compelled to keep going.

She goes to the fourth floor and sign reads:
Floor 4 - These men have jobs, love the Lord, love kids, are drop- dead good looking and help with the housework.

"Oh, mercy me!"she exclaims, "I can hardly stand it!"

Still, she goes to the fifth floor and sign reads:
Floor 5 - These men have jobs, love the Lord, love kids, are drop- dead gorgeous, help with the housework, and have a strong romantic streak.

She is so tempted to stay,
but she goes to the sixth floor and the sign reads:
Floor 6 - You are visitor 4,363,012 to this floor. There are no men on this floor. This floor exists solely as proof that women are impossible to please. Thank you for shopping at the Husband Store. Watch your step as you exit
the building, and have a nice day!


Nikmatilah Kopinya, Bukan Cangkirnya

"Nikmatilah Kopinya, Bukan Cangkirnya"
Sekelompok alumni satu universitas yang telah mapandalam karir masing-masing berkumpul dan mendatangiprofessor kampus mereka yang telah tua.Percakapan segera terjadi dan mengarah pada komplaintentang stess di pekerjaan dan kehidupan mereka.Menawari tamu-tamunya kopi, professor pergi ke dapurdan kembali dengan poci besar berisi kopi dan cangkirberbagai jenis - dari porselin, plastik, gelas, kristal,gelas biasa, beberapa diantara gelas mahal dan beberapalainnya sangat indah - dan mengatakan pada para mantanmahasiswanya untuk menuang sendiri kopinya.Setelah semua mahasiswanya mendapat secangkir kopidi tangan, professor itu mengatakan : "Jika kalian perhatikan,semua cangkir yang indah dan mahal telah diambil,yang tertinggal hanyalah gelas biasa dan yang murah saja.Meskipun normal bagi kalian untuk mengingini hanya yangterbaik bagi diri kalian, tapi sebenarnya itulah yangmenjadi sumber masalah dan stress yang kalian alami.""Pastikan bahwa cangkir itu sendiri tidak mempengaruhikualitas kopi. Dalam banyak kasus, itu hanya lebih mahaldan dalam beberapa kasus bahkan menyembunyikan apayang kita minum. Apa yang kalian inginkan sebenarnyaadalah kopi, bukanlah cangkirnya, namun kalian secarasadar mengambil cangkir terbaik dan kemudian mulaimemperhatikan cangkir orang lain.""Sekarang perhatikan hal ini : Kehidupan bagai kopi,sedangkan pekerjaan, uang dan posisi dalam masyarakatadalah cangkirnya. Cangkir bagaikan alat untuk memegangdan mengisi kehidupan. Jenis cangkir yang kita miliki tidakmendefinisikan atau juga mengganti kualitas kehidupanyang kita hidupi. Seringkali, karena berkonsentrasi hanyapada cangkir, kita gagal untuk menikmati kopi yangsediakan bagi kita."Jadi nikmatilah kopinya, jangan cangkirnya.
free counters