FYI

SafelinkU | Shorten your link and earn money

Popular Posts in last 30 days

Tuluskah Senyumku Untukmu?

Apa yang akan Anda lakukan ketika berjumpa seseorang dengan
sesungging senyum manis di lekuk bibirnya? Bandingkan reaksi Anda
apabila orang yang dijumpai itu mengerutkan bibir dengan tatapan mata
tajam. Tak ada ekspresi senyum sedikit pun di wajahnya. Hampir pasti
akan muncul respons ber- beda untuk dua situasi tersebut.

Ekspresi di wajah seseorang berpengaruh langsung terhadap pola
komunikasi dan bentuk interaksi sosial yang terjadi, termasuk
ekspresi balasan yang ditampilkan kemudian.

Di gerbang tol Jatiwarna, Bekasi, misalnya, bagai oase saat memasuki
antrean di salah satu gerbang tol. Saya juluki gerbang tol itu paling
cerdas dari sekian banyak gerbang tol yang tersebar di seluruh
wilayah Jakarta dan sekitarnya.

Gerbang pada ruas Jatiwarna ini adalah loket jalan keluar menuju
salah satu taman wisata di timur Jakarta, Taman Mini Indonesia Indah
(TMII). Meski antrean kendaraan begitu panjang, petugas selalu
proaktif mengambil kartu, menerima pembayaran, dan siap dengan uang
kembali.

Dari segi waktu dan gerak (time and motion) terkesan efektif,
efisien, dan optimal. Dalam hal jasa layanan, sapaan ramah dan senyum
hangat melengkapi kecerdasan di gerbang itu. Senyum yang menghiasi
wajah petugas plus ucapan "selamat jalan", tentu menyejukkan hati,
bukan?

Komunikasi Nonverbal

Senyum merupakan salah satu isyarat nonverbal atau gesture manusia
dalam berkomunikasi. Penelitian yang dilakukan Leonard, Voeller, dan
Kaldau (1991) menunjukkan di dalam setiap senyuman terjadi
peningkatan pesan positif yang komunikatif.

Indonesia sebagai negeri yang konon dikenal dengan keramahtamahannya
(entah masih berlaku atau tidak?), senyuman mungkin tak terlalu sulit
ditemui. Namun, tentu bukan hal mudah mengetahui apakah senyuman yang
terpampang di hadapan kita itu tulus atau dibuat-buat.

Diperlukan latihan dan pengamatan yang lebih seksama apabila kita
mempunyai kebutuhan untuk membeda-bedakan senyum seseorang dalam
komunikasi. Sebagai isyarat di dalam komunikasi nonverbal, sebuah se-
nyuman setidaknya memiliki enam ciri sebagaimana konsep komunikasi
nonverbal secara umum.

Pertama, ia hadir di mana-mana, sebab setiap komunikasi yang ter-
jadi pasti membawa serta isyarat nonverbal.

Kedua, membentuk suatu sistem bahasa yang universal. Banyak orang
percaya isyarat nonverbal, seperti senyuman, merupakan kode yang
diakui dan dipahami secara mendunia.

Ketiga, dapat menciptakan salah pengertian sebagaimana juga saling
mengerti antarmanusia. Makna sebuah senyuman dapat pula salah
ditangkap orang lain. Keempat, memiliki keunggulan khas dalam
interaksi antarmanusia, sebab isyarat nonverbal berpengaruh kuat pada
menit-menit pertama sebelum terlalu banyak kata-kata terlontar.

Kelima, dapat mengekspresikan berbagai hal tentang pikiran dan
perasaan orang yang tak mampu disampaikan dengan kata-kata. Misalnya
sesuatu yang terlalu kasar, apabila harus diucapkan, senyuman dengan
ekspresi jijik mungkin lebih mudah dan cepat ditangkap. Keenam, dapat
dipercaya merupakan ciri yang begitu kuat.

Orang mengatakan ekspresi adalah "jendela jiwa", demikian halnya
senyuman dengan berbagai bentuk dan maknanya dapat dipercaya sebagai
penyampai pesan yang ampuh mengenai kedalaman jiwa seseorang.

Beberapa ahli psikologi klinis melakukan penelitian mengenai se-
nyuman. Mereka adalah Ekman dan kawan-kawan, mempublikasikan hasil
temuannya bahwa perbedaan beberapa bentuk senyuman yang tampil, juga
membedakan apakah seseorang tersenyum tulus atau hanya berpura-pura
demi menutup-nutupi perasaan yang sesungguhnya.

Senyuman tulus yang mengekspresikan isi hati yang gembira biasanya
terjadi bersamaan dengan munculnya gerakan otot mata. Orang-orang
yang mengekspresikan senyum dari hati yang tulus tentu saja didorong
oleh perasaan bahagia dan gembira ketika ia melakukannya.

Sebaliknya, senyum yang terjadi hanya di bibir, yakni dengan
lengkungan ke atas, sedikit atau banyak, tanpa disertai gerakan-
gerakan aktif otot di seputar mata sering dihubungkan dengan ekspresi
jijik. Bahkan juga kesedihan, ketakutan, kecemasan, meremehkan,
sinis, ekspresi rasa iri, yang sering kali terdapat pada se- nyuman
orang-orang yang memanipulasi perasaan negatifnya.

Senyum yang muncul sebagai ekspresi manipulasi perasaan merupakan
topeng (mask). Bagi orang yang kurang peka atau tidak terlatih
menangkap ekspresi nonverbal orang lain, mungkin saja sebuah senyuman
dapat menyesatkan atau mengaburkan.

Akibatnya, kepura-puraan dalam interaksi sosial disebabkan pesan
sosial yang tidak sampai tersebut, semakin tebal. Beberapa tahun
lalu, tembang dari God Bless yang dilantunkan Ahmad Albar, lirik
awalnya mengatakan, "Dunia ini panggung sandiwara, ceritanya mudah
berubah..." cukup relevan menggambarkan kondisi dunia dan kehidupan
manusia yang semakin diwarnai kepura-puraan.

Menyikapi keadaan dunia yang demikian, rasanya bisa pesimistis juga,
jika setiap hari harus berhadapan dengan topeng-topeng wajah di
sekeliling kita. Sementara kita membutuhkan nilai ketulusan pada
ekspresi seseorang demi memperlancar pesan sosial dalam komunikasi.

Namun, marilah kita menghibur diri dengan pernyataan berikutnya dari
Ekman dan kawan-kawan bahwa ekspresi wajah yang spontan (tidak
sengaja) justru dapat mengungkapkan kebohongan atau kepura-puraan
orang. Ekspresi seseorang, khususnya senyum yang menghiasi wajahnya,
kadang-kadang dapat mendukung sikap kepura-puraannya atau justru
menyingkap topeng pura-pura itu. Jadi, hati-hatilah memilih topeng.

Semakin sering menjumpai berbagai orang dengan berbagai topeng
senyumannya, ditambah sedikit usaha meningkatkan kepekaan, kita dapat
terampil menangkap senyum tulus atau pura-pura itu. Sekali lagi,
senyuman yang tulus akan diikuti dengan gerakan aktif otot-otot di
seputar mata.

Namun apabila ada orang yang tidak tersenyum jangan terlalu cepat
dinilai tidak tulus. Sebab bisa saja otot wajahnya kaku, karena tidak
terbiasa mengekspresikan perasaan. Atau ada pula orang-orang jaim
(jaga image) yang menganggap senyum dapat menjatuhkan wibawa.
Percayalah, ada orang seperti itu.

Ekspresi

Tidak perlu harus menjadi foto model atau selebriti untuk
mengekspresikan senyuman di depan kamera, bukan? Jelas, senyuman
memang mudah dibuat, dikondisikan, dan ditampilkan, demi
mengakomodasi berbagai kepentingan.

Pencitraan perusahaan yang biasanya merupakan garapan bagian humas,
banyak yang mencanangkan motto "senyum'' sebagai salah satu kata
kunci. Bahkan tak sedikit diangkat menjadi tagline iklan.

"Senyum dan sapa hangat kami senantiasa menyambut Anda sejak langkah
pertama", misalnya. Jika demikian, artinya senyum harus dilatih oleh
setiap insan yang menjadi bagian organisasi tersebut. Apakah ini
tergolong senyuman yang manipulatif?

Berpegang pada ciri-ciri senyuman tulus versi hasil penelitian, kita
dapat mengembangkan pemahaman bahwa setiap orang bisa tersenyum.
Namun, ada orang yang hanya "tersenyum di bibir" tapi "tidak
tersenyum matanya".

Dengan demikian pencanangan dan pelatihan "tersenyum'' demi
meningkatkan layanan dan produktivitas harus dikondisikan melalui
iklim di dalam lingkungan organisasi.

Jangan harap orang bisa tersenyum tulus apabila hatinya tidak sungguh-
sungguh gembira untuk mengekspresikan "senyum tulusku untukmu"
tersebut.

Sebetulnya sederhana sekali, ketika orang-orang atau pekerja dalam
sebuah organisasi merasa puas, senang, bersuka cita, dapat menikmati
suasana, hangat dan akrab satu sama lain, maka ia pun dengan mudah
dapat mengekspresikan senyum tulus.

Senyuman yang menyejukkan orang lain tanpa harus dikomando, disuruh
bahkan dipaksakan. Senyum! Klik!

0 comments:

Post a Comment

free counters